KabarPendidikan.id - Dalam 15 tahun terakhir, bencana ini berdampak pada 72 ribu satuan pendidikan dan lebih dari 12 jyta siswa. Dalam sistem pendidikan nasional, pengawasan satuan pendidikan aman bencana (SPAB) merupakan bagian yang sangat penting.
Pada puncak Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2025 di Kota Mataram, NTT, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyampaikan hal itu dalam sambutan yang dibacakan Saryadi, Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Kementerian Dikdasmen.
“Dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, tercatat lebih dari 2.500 sekolah setiap tahun dilaporkan terdampak bencana,” kata Mu’ti.
Lebih dari 400 ribu sekolah berada di zona rawan gempa bumi, dan 200 ribu sekolah rawan bencana banjir, menurut hasil pemetaan Kemendikdasmen dengan BNPB.
Selanjutnya, 49 ribu sekolah berada di wilayah yang rentan terhadap bencana tanah longsor. 8 ribu di wilayah yang rentan terhadap tsunami, dan 8 ribu di wilayah yang rentan terhadap letusan gunung api. Sebanyak 17 ribu sekolah berada di wilayah yang rentan terhadap banjir bandang, dan 50 ribu sekolah berada di wilayah yang rentan terhadap bencana asap dan karhutla.
Selain itu, leboh dari 57% sekolah berada dalam bahaya kategori sedang hingga tinggi. “Lebih dari 25 juta siswa dan 1,5 juta pendidik berada di sekolah dengan bahaya kategori sedang hingga tinggi,” pungkasnya.
Tiga tantangan utama dalam menciptakan resiliensi terhadap bencana telah ditemukan dalam evaluasi mendadasmen. Pertama, bangunan sekolah tidak memiliki ketahanan yang sama. Kedua, tata kelola risiko di sekolah masih lemah dalam perencanaan, pengawasan, dan koordinasi dalam keadaan darurat. Terakhir, masih kurangnya kemampuan untuk mitigasi dan kesiapsiagaan siswa.
“Ini termasuk edukasi kebencanaan, prosedur evakuasi, dan kepemimpinan saat darurat,” ujarnya.
Untuk mengatasi kendala yang ada, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan 5 strategi untuk mewujudkan SPAB yang lebih masif dan integratif.
Kelima metode tersebut, sebagai berikut: perbaikan fasilitas dan prasarana sekolah, peningkatan iklim sekolah yang adaptif terhadap risiko, penggabungan literasi kebencanaan ke dalam kurikulum dan pembelajaran, simulasi dan kegiatan tematik pembelajaran dalam dunia nyata, dan penigkatan kapasitas guru melalui penerapan materi kesiapsiagaan dalam pendidikan profesi dan pelatihan guru sejak awal.
Lebih dari 7 ribu satuan pendidikan melakukan simulasi Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2025 yang terjadi pada Sabtu, 26 April 2025, tepat pukul 10.00 WIB di seluruh Indonesia.
Letjen Suharyanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan bawha sejak didirikan pada 2017, HKB telah meningkatkan jumlah peserta.
“Peserta HKB ke-9 di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat banyak, baik dari sekolah maupun individu,” ujarnya.
Marwan Dasopang, ketua komisi VIII DPR, memuji pencapaian HKB 2025. Dia menyatakan bahwa BNPB memprioritaskan fase tanggap darurat dan kesiapsiagaam bencana.
“Ini artinya mengurangi risiko, mengurangi korban, dan tentu kita siap untuk selamat,” pungkasnya.
Komisi VIII DPR terus mengawasi BNPB untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dan mendukungnya dalam penanggulangan bencana. Marwan menyatakan bahwa pencapaian HKB tahun ini mencapai tingkat internasional dan nasional. Masyarakat menajadi tangguh dan siap menghadapi bencana karena peringatan ini.
(WS)