Tak Puas dengan Gelar Profesor, Buya Yahya Kembali Kuliah dan Wisuda S1 Psikologi

Jumat, 28 Maret 2025 | 13:52 WIB Last Updated 2025-03-28T06:52:59Z

KabarPendidikan.id Meskipun sudah dikenal luas sebagai ulama ternama dan menyandang gelar profesor kehormatan, Buya Yahya tetap menunjukkan semangatnya dalam menuntut ilmu. Ia memutuskan untuk kembali menempuh pendidikan di jenjang S1 Psikologi di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Pada Sabtu (15/3/2025), Buya Yahya mengikuti prosesi wisuda ke-92 Unissula bersama 1.814 lulusan lainnya dari berbagai program studi, termasuk D3, S1, S2, dan S3.


Kehadiran Buya Yahya dalam wisuda tersebut menarik perhatian banyak orang. Dalam beberapa video yang beredar di media sosial, terlihat bahwa saat ia maju untuk menerima ijazah, para wakil rektor memberikan penghormatan dengan mencium tangannya secara bergantian.


Ketika ditanya mengenai alasannya memilih psikologi, Buya Yahya menegaskan bahwa ilmu tersebut sangat penting, khususnya bagi para pendidik, ustadz, dan kiai. "Banyak persoalan dalam kehidupan yang bukan bersumber dari ekonomi atau faktor lain, melainkan dari aspek psikologi," ujarnya.


Sebagai pendiri Yayasan Al-Bahjah dan lembaga pendidikan formal dari tingkat SD hingga SMA, serta Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Bahjah, Buya Yahya menyadari bahwa hukum agama saja tidak cukup untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup. "Ada banyak masalah yang tidak cukup di selesaikan hanya dengan hukum-hukum agama. Kita juga harus melihatnya dari sudut pandang psikologi," katanya saat ditemui usai wisuda.


Buya Yahya sebelumnya telah menerima gelar Profesor Kehormatan dari Fakultas Hukum Unissula pada Januari 2023, menjadi guru besar kehormatan ke-7 di fakultas tersebut. Namun, gelar itu tidak membuatnya puas dalam mencari ilmu. Ia menegaskan bahwa semua ilmu memiliki nilai penting dan bisa bersinergi dengan ajaran agama. "Harapannya, semakin banyak orang yang tertarik mempelajari ilmu-ilmu, sehingga akan ada keseimbangan antara ilmu dunia dan ilmu agama," ungkapnya.


Dalam berdakwah, memahami kondisi psikologis seseorang sangatlah penting. Seorang ahli agama, menurutnya, harus terbuka terhadap berbagai ilmu agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik. "Seorang faqih tidak akan matang jika tidak memahami ilmu lain di luar agama," tuturnya. Ia juga menambahkan bahwa sebelum memberikan fatwa, seorang ulama harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti ekonomi dan psikologi seseorang. "Kita tidak bisa serta-merta memberikan fatwa tanpa memahami keadaan seseorang, baik dari sisi ekonomi, psikologi, maupun faktor lainnya," jelasnya.


Rektor Unissula, Prof. Dr. Gunarto, SH, MH, mengapresiasi keberhasilan Buya Yahya dalam menuntut ilmu. "Semangat beliau dalam belajar harus menjadi teladan bagi kita semua. Meskipun sudah menjadi profesor dan ulama besar, beliau tidak pernah berhenti mencari ilmu," katanya.

(SYIF/DYL)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tak Puas dengan Gelar Profesor, Buya Yahya Kembali Kuliah dan Wisuda S1 Psikologi

Trending Now

Iklan

iklan