RUU Masyarakat Adat Disahkan, Ekonomi Lokal dan Lingkungan Semakin Terjaga

Jumat, 28 Maret 2025 | 13:03 WIB Last Updated 2025-03-28T06:03:56Z

 

KabarPendidikan.id Koalisi masyarakat sipil mengklaim bahwa pengesahan RUU Masyarakat Adat akan memungkinkan peningkatan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Menurut aliansi yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, masyarakat adat dapat menikmati pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.



Menurut Uli Artha Siagian dari Tim Kampanye Koalisi RUU Masyarakat Adat, RUU tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang kuat selain membantu masyarakat adat.


"Selain ekonomi rakyat sudah terbangun, kehidupan masyarakat juga ditopang oleh lingkungan yang baik." Ujar Uli, sebagaimana dilansir antara Senin(24/3).


Dia menegaskan bahwa mengutamakan kepentingan masyarakat dapat berdampak lebih besar daripada keuntungan ekonomi. Masyarakat adalah penerima manfaat langsung dari valuasi ekonomi yang dihidupkan dan dipraktikkan oleh masyarakat adat. Menurutnya, jika negara memiliki mekanisme untuk menghasilkan pemasukan negara, mekanisme seperti perhutanan sosial dapat diikuti.



Ia menekankan betapa pentingnya untuk mengubah paradigma ekonomi, beralih dari ekonomi industri yang berpusat pada masyarakat adat.

 

"UU Masyarakat Adat sangat penting karena memastikan adanya perlindungan, bukan hanya pengetahuan, melainkan juga praktik lokal di tengah masyarakat adatnya. Jadi, kami mendorong untuk tidak lagi menunda pengesahan RUU tersebut." Kata Uli.


Sebelum ini, Agustin Teras Narang, anggota DPD RI, mengingatkan bahwa pengesahan RUU Hukum Adat membawa perlindungan dan pemberdayaan selain pengakuan hak.



”Karena itu adalah keharusan konstitusi, dan keadaan masyarakat adat juga membutuhkan keyakinan itu. Kami, masyarakat hukum adat, bukan hanya memerlukan pengakuan dan penghormatan, tetapi juga memerlukan perlindungan dan pemberdayaan." Ucap Agustin.



Dia menyatakan bahwa kearifan lokal dan masyarakat adatnya berkontribusi pada tata kelola lahan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. 
Pada tahun 2024, terjadi 687 konflik agraria di wilayah adat, menurut data yang dikumpulkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).


Konflik tersebut mengakibatkan kehilangan 11,07 juta hektare tanah adat karena ekspansi korporasi dan proyek pembangunan yang dilakukan tanpa persetujuan masyarakat adat. Sebanyak 925 anggota masyarakat adat dihukum, 60 mengalami kekerasan pemerintah, dan satu orang meninggal.

(DA/DYL)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • RUU Masyarakat Adat Disahkan, Ekonomi Lokal dan Lingkungan Semakin Terjaga

Trending Now

Iklan

iklan