KabarPendidikan.id - Adanya kesalahan dalam pengelolaan dana pendidikan yang melatarbelakangi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), namun hal ini masih menjadi dugaan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari hasil kajian, KPK menemukan dari total Rp 665 triliun dana fungsi pendidikan yang dialokasikan di APBN 2024, hanya Rp 39 triliun yang digunakan untuk membantu uang kuliah mahasiswa.
Pahala Nainggolan selaku kata Deputi Pencegahan dan
Monitoring KPK menuturkan, dari Rp 655 triliun anggaran itu, mahasiswa di
perguruan tinggi negeri hanya mendapatkan bagian sebanyak Rp 7 triliun.
Sementara sebanyak Rp 32 triliun digunakan untuk membiayai kampus-kampus
kedinasan.
"Setelah kita lihat berapa yang sih yang ke mahasiswa
PTN, ternyata cuma Rp 7 triliun, sementara Rp 32 triliun itu ada di perguruan
tinggi yang diselenggarakan oleh Kementerian lembaga," tutur Pahala.
Pahala mencontohkan sekolah-sekolah kedinasan itu seperti
Politeknik Penerbangan Indonesia (PPI) milik Kementerian Perhubungan. Lalu ada
juga sekolah kedinasan seperti Akademi Kepolisian RI, Akademi Militer, Institut
Pemerintahan Dalam Negeri, hingga Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
"Yang dikelola oleh Kementerian lembaga itu Rp 32
triliun, itu jauh lebih besar dari bantuan untuk bantuan operasional
kuliah," ujar Pahala.
Pahala mengatakan sekolah kedinasan memang bagian dari
pendidikan. Masalahnya, KPK menemukan terdapat sekolah di bawah Kementerian,
namun lulusannya ternyata tidak terikat oleh dinas.
"Fasilitas-fasilitas yang diberikan diantaranya Full
boarding, seragam, dan asrama.Tapi lulusannya bukan PNS, lah ngapain dikelola
kementerian lembaga," ucap Pahala.
Pahala menambahkan, ia menemukan dana fungsi pendidikan
tinggi yang dikelola oleh kementerian atau lembaga ini digunakan tidak sesuai
fungsinya. Ia mengatakan ada dana pendidikan tinggi yang dipakai untuk mengurus
SMK, bahkan ada dana pendidikan tinggi yang digunakan untuk pendidikan dan
pelatihan internal pendidikan.
"Jadi pendidikan tinggi ini yang dikelola K/L ternyata
menyimpan banyak masalah. Kalau ini kita rapihin bisa masuk ke dikti bisa
menambahkan untuk biaya operasional PTN," tambah Pahala.
adp