Oleh : Mohammad Nur Rianto Al Arif
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Pemerintah telah menargetkan Indonesia akan menjadi negara unggul di usianya yang ke-100 pada tahun 2045 mendatang. Visi Indonesia 2045 bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang berdaulat, mandiri, dan adil pada tahun 2045. Terdapat empat pilar dalam visi Indonesia 2045, salah satunya ialah Pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkenaan dengan Pembangunan manusia ini akan sangat erat kaitannya dengan kondisi dunia Pendidikan di Indonesia. Tulisan ini akan mencoba membahas tantangan Pendidikan di Indonesia dalam menopang pencapaian Visi Indonesia 2045.
Tantangan Pendidikan
Tantangan
pertama ialah terkait dengan aksesibilitas dan kesetaraan. Aksesibilitas
pertama ialah terkait kondisi geografis Indonesia. Beberapa daerah di
Indonesia, terutama di wilayah pedalaman atau pulau-pulau terpencil, masih
menghadapi kesulitan dalam aksesibilitas terhadap Pendidikan. Keterbatasan
infrastruktur dan fasilitas di daerah terpencil dapat menjadikan pendirian dan
pemeliharaan sekolah menjadi sulit. Kurangnya sarana transportasi yang memadai
turut pula menjadi penghambat mobilitas siswa. Jika kita merujuk pada data Badan
Pusat Statistik sebagian besar penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yaitu 59,62% masih
berpendidikan SMP ke bawah. Selain itu, 302 kecamatan di Indonesia tidak
memiliki SMP/MTs dan 727 kecamatan tidak memiliki SMA/SMK/MA.
Aksesibilitas kedua
ialah terkait kondisi ekonomi masyarakat Indonesia. Beberapa keluarga masih
mengalami kesulitan membiayai Pendidikan anak-anak mereka, hal ini tentu dapat
menyebabkan ketidaksetaraan dalam kesempatan belajar. Biaya Pendidikan dalam
hal ini tidak hanya biaya sekolah melainkan biaya penunjang Pendidikan seperti
seragam, buku, dan transportasi. Sebagian pemerintah daerah di Indonesia memang
telah membuat kebijakan menggratiskan sekolah negeri, namun untuk biaya-biaya
penunjang Pendidikan masih belum dapat ditanggung sepenuhnya.
Tantangan
Pendidikan yang kedua ialah terkait dengan kualitas Pendidikan di Indonesia
yang masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Worldtop,
peringkat Pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari total 209 negara.
Kemudian, jika kita melihat dari hasil kajian Program for International Student
Assesment (PISA), Indonesia berada di urutan 68 dari 81 negara dengan skor:
Matematika (379), Sains (398), dan membaca (371). Selain itu, hasil asesmen
nasional menunjukkan bahwa hanya siswa SMA/MA sederajat yang telah mencapai
kompetensi minimum untuk literasi.
Kualitas Pendidikan ini
mencakup sumber daya manusia dan kurikulum yang tidak adaptasi dengan perubahan
kebutuhan pasar kerja. Sebagian besar guru sudah memiliki kualifikasi minimal
S1/DIV, namun kurang dari 50% yang belum memiliki sertifikasi pendidik. Selain
itu, kompetensi guru masih perlu ditingkatkan yang ditunjukkan dengan nilai
rata-rata hasil UKG nasional masih di angka 56,69. Distribusi guru pun kurang
merata, sehingga banyak daerah 3T masih kekurangan guru. Selain itu, secara
nasional Indonesia masih kekurangan guru sekitar 679 ribu karena gelombang
pensiun guru.
Kemudian, terkait dengan
kurikulum yang tidak adaptasi dengan perubahan kebutuhan kerja. Seringkali
terdapat kesenjangan antara keterampilan yang diajarkan di sekolah dengan
kebutuhan dunia kerja, sehingga lulusan tidak siap menghadapi tantangan kerja.
Kemudian pada beberapa Tingkat Pendidikan memiliki kurikulum yang terlalu
padat. Hal ini menjadikan kurangnya waktu untuk pemahaman konsep yang mendalam
dan pengembangan keterampilan kritis. Kurikulum harus didesain agar dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan Pendidikan global. Kesenjangan antara
kurikulum di daerah perkotaan dan pedesaan pun harus menjadi perhatian. Daerah
terpencil mungkin menghadapi tantangan dalam menyediakan kurikulum yang
berkualitas.
Tantangan ketiga ialah
terkait dengan teknologi Pendidikan. Berdasarkan data, masih terdapat 12.548
desa di Indonesia belum memiliki layanan seluler 4G, hal ini tentu menyebabkan
siswa kesulitan dalam mengakses layanan internet. Sehingga berimplikasi
menghambat kegiatan belajar mengajar berbasis digital. Selain itu, masih ada
3.153 sekolah (1,43%) belum memiliki akses terhadap Listrik, serta 22.373
sekolah (10,16%) belum memiliki akses terhadap internet.
Tantangan berikutnya
ialah terkait dengan Pendidikan inklusif. Perlunya peningkatan dukungan dan
fasilitas untuk siswa berkebutuhan khusus agar mereka dapat terlibat sepenuhnya
dalam pendidikan. Pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
inklusi dan penerimaan terhadap semua siswa. Tidak semua anggota masyarakat
atau guru memiliki pemahaman yang memadai tentang konsep inklusif atau mengenai
kebutuhan khusus siswa. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksetujuan atau
ketidakmengertian terhadap praktik inklusif. Kurangnya fasilitas dan materi
pembelajaran yang mendukung inklusivitas, seperti kurangnya peralatan dan bahan
ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Beberapa sekolah mungkin tidak
memiliki infrastruktur yang ramah bagi siswa dengan kebutuhan khusus, seperti
aksesibilitas bangunan dan fasilitas yang memadai. Beberapa siswa dengan
kebutuhan khusus mungkin menghadapi kesulitan dalam akses ke sarana
transportasi yang memadai untuk mencapai sekolah.
Strategi Pendidikan
Berdasarkan tantangan di
atas, maka terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan. Pertama, ialah
memastikan setiap pemerintah daerah untuk memenuhi 20% anggaran pemerintah
untuk Pendidikan. Memang diakui, bahwa sebagian besar pemerintah daerah belum memprioritaskan
Pendidikan karena keterbatasan ruang fiskal yang dimiliki. Dalam konteks ini,
pemerintah daerah harus mampu menggali dan memanfaatkan sumber pendanaan
inovatif. Dana-dana CSR dari Perusahaan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan
sarana dan prasarana Pendidikan di daerah.
Terkait dengan kualitas
sumber daya manusia, pemerintah perlu memberikan insentif kepada individu
berkualitas untuk menjadi guru, terutama di daerah terpencil. Kemudian,
pemerintah harus memastikan semua guru menerima pelatihan yang memadai sebelum
atau selama masa tugas mereka. Pemerintah perlu memperluas kesempatan untuk
pengembangan profesional dan pelatihan lanjutan kepada para guru, terutama guru
di daerah 3T. Selain itu, pemerintah perlu memberikan gaji dan insentif yang
layak kepada para guru. Gaji guru yang rendah dibandingkan dengan beban kerja
dan tanggung jawab dapat mengurangi motivasi dalam bekerja. Apabila kita
merujuk pada standar di beberapa negara tetangga, idealnya gaji maksimal guru
dapat mencapai 15 juta per bulan
Strategi yang dapat
dilakukan terkait dengan kurikulum ialah menyederhanakan kurikulum terutama di
Tingkat Pendidikan dasar. Sebaiknya fokus hanya kepada beberapa materi utama
yaitu kemampuan membaca dan memahami bacaan, kemampuan menghitung, kemampuan sains,
dan penguatan karakter melalui pembelajaran agama, budi pekerti dan
kepemimpinan. Sehingga, siswa tidak perlu dibebani dengan berbagai mata
Pelajaran yang banyak dan menjadikan para siswa hanya bisa menghapal namun
tidak dapat memahami apa yang dibaca. Selain itu, kurikulum Merdeka yang telah
dilaksanakan perlu dievaluasi dan disempurnakan. Kemudian, di era teknologi
seperti saat ini penguatan literasi digital perlu dilakukan, terutama pada
siswa di Tingkat sekolah menengah.
Terkait dengan
keterbatasan teknologi Pendidikan, pemerintah pusat bersama-sama dengan
pemerintah daerah perlu mengalokasi dana penguatan infrastruktur agar seluruh
desa di Indonesia dapat memiliki akses terhadap internat. Selain itu, perlu ada
perhatian khusus agar seluruh sekolah di Indonesia diberikan akses terhadap
Listrik dan internet, hal ini sebagai upaya memperlancar kegiatan belajar
mengajar berbasis digital dan mengurangi kesenjangan kualitas Pendidikan di
Indonesia. Inovasi kecerdasan buatan dapat membantu proses pembelajaran menjadi
lebih efisien. Namun, proses pembelajaran melalui digital yang lebih efektif
dan efisien tetap memperhatikan pada kemampuan afektif dan psikomotorik anak.
Praktik massive open online courses (MOOCs) yang semakin meluas ketika
pandemic Covid-19 merupakan peluang untuk upskilling dan reskilling tenaga
kerja serta memperluas akses Pendidikan.
Strategi yang dapat
dilakukan terkait dengan Pendidikan inklusif dapat dimulai dengan menetapkan
kebijakan yang mendukung prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Pemerintah perlu
menyelenggarakan pelatihan khusus untuk guru, staf sekolah, dan petugas
pendidikan lainnya tentang metode pengajaran inklusif dan manajemen kebutuhan
khusus siswa. Pemerintah perlu menjamin bahwa fasilitas sekolah dapat diakses
oleh semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus. Kemudian, memastikan
tersedianya buku dan materi pembelajaran yang sesuai dengan berbagai tingkat
kemampuan siswa. Selanjutnya, memastikan bahwa kurikulum mencerminkan
keanekaragaman dan kebutuhan siswa dengan menyediakan materi yang mencakup
berbagai latar belakang dan kemampuan.