KabarPendidikan.id - Stakeholder Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) menjadi narasumber dalam acara Dialektika TV Muhammadiyah (TVMU) dengan mengangkat tema Etika Debat yang ditayangkan di platform Youtube TVMU Channel dan WEBSITE TVMU, Sabtu (13/1).
Adapun
ketiga Stakeholder Uhamka yang hadir di acara ini adalah Muhib Rosyidi Ketua
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Al-Islam Kemuhammadiyahan (LPP AIK) Uhamka,
Pahman Habibi Akademisi Uhamka, dan Rifma Ghulam Dzaljad Dosen Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik (FISIP) Uhamka, dengan dipandu oleh Ichsan Marsya dari TVMU
sebagai Host.
Muhib
Rosyidi selaku Ketua LPPAIK memberikan pendapatnya dari kacamata Islam. Dalam
Islam, debat diartikan kepada dua pandangan, Jidal dan Mira’. Pada esensinya,
debat dilakukan untuk mengungkapkan gagasan yang menjadi alat untuk menemukan
kekurangan pada lawan bicara. Pada istilah Jidal, debat dilakukan untuk
menemukan kekurangan dalam isi yang diberikan oleh lawan bicara. Sedangkan,
pada istilah Mira’, debat dipertahankan untuk menemukan kekurangan pada sosok
lawan bicaranya.
“Dalam surat
Al-Mujadalah, debat diartikan dengan Jidal. Sedangkan dalam suatu hadits, debat
juga bisa dimaksudkan dengan Mira’. Dua istilah ini memang sama-sama memiliki
arti debat, karena porsi utama debat adalah menemukan kekurangan atau
mengalahkan lawan bicara. Tapi dalam istilah Jidal, yang ingin kita kalahkan
itu gagasan atau isi debatnya. Sedangkan dalam istilah Mira’, yang ingin kita
kalahkan itu bukan isinya, tapi pembicaranya,” ujarnya.
Pahman
Habibi menyampaikan debat ketiga yang dilakukan para Calon Presiden akan
berdampak kepada pilihan masyarakat, khususnya swing voters yang merasa salah
satu paslon telah mewakili aspirasi masyarakat. Maka dari itu, ia menyarankan
agar masyarakat tidak sensitif dengan gaya debat yang dibawakan oleh
masing-masing paslon. Etika yang sebenarnya harus masyarakat Yakini adalah visi
dan misi paslon dan implementasi dari visi dan misi itu sendiri.
“Standar
etika itu beraneka ragam, dan setiap Capres memiliki gaya debatnya
masing-masing. Maka, seharusnya masyarakat tetap fokus kepada visi-misi Capres
dan bagaimana mereka mengimplementasikan visi-misi tersebut,” pungkasnya.
Rifma
Dzaljad memberikan pandangannya dari sisi filsafat nilai. Menurutnya, dalam
konteks debat, etika bukan berfilosofi pada pemaknaan tentang mana yang benar
dan salah, tapi dimaknai dengan nilai-nilai yang dipercaya oleh suatu kelompok.
Maka, ada tiga aspek yang harus dipahami dalam etika debat, diantaranya ruang
dan waktu yang adil, sikap yang baik atas pendapat lawan bicara, dan
mendengarkan pendapat lawan bicara.
“Saat kita
melihat etika debat melalui filsafat nilai, etika tidak hanya bicara ilmu
tentang benar dan salah, tapi lebih kepada nilai yang diyakini oleh sekelompok
orang. Konteks debat yang dapat kita pahami adalah bagaimana menyampaikan
kompleksnya gagasan yang kita miliki untuk didiskusikan dengan pihak yang
berbeda. Maka ada tiga aspek yang harus kita perhatikan dalam situasi debat
yaitu, semua pihak diberi ruang dan waktu yang sama, rasa hormat terhadap lawan
debat, dan mendengarkan gagasan lawan debat,” tuturnya.