Pasca debat kedua yang menghadirkan para cawapres membahas tema besar mengenai ekonomi, di masyarakat mendadak muncul pembahasan mengenai State Global Islamic Economy (SGIE) Report yang diterbitkan oleh DinarStandard. Tulisan ini tidak akan membahas mengenai SGIE secara detail, namun lebih fokus membahas keberlanjutan dari program penguatan ekosistem ekonomi syariah yang harus diusung oleh pemimpin Indonesia terpilih kelak.
Pembahasan pertama akan kita mulai dengan alasan mengapa ekosistem ekonomi
syariah masih harus dikembangkan dan diperkuat. Setidaknya terdapat empat
alasan utama yang diajukan dalam tulisan ini mengapa ekosistem ekonomi syariah
tetap perlu dikembangkan dan diperkuat. Pertama, sistem ekonomi syariah
terbukti lebih tahan krisis dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional.
Contoh nyata dapat kita lihat pada saat krisis moneter 1998, krisis keuangan
global 2008, dan terakhir krisis akibat pandemi covid-19. Alasan kedua ialah
sistem ekonomi syariah tidak menggunakan prinsip spekulasi yang rentan akan
ketidakpastian. Selain itu, sejatinya ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi
yang inklusif dimana dapat diimplementasikan tidak hanya oleh muslim, tetapi
juga non-muslim. Alasan terakhir ialah Indonesia merupakan mayoritas
penduduknya beragama Islam, sehingga hal ini akan menjadi pasar potensial untuk
berkembang.
Dalam pengembangan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah telah
mencanangkan target untuk menjadi Global Halal Hub. Pertanyaan yang muncul
adalah dimanakah posisi Indonesia saat ini dibandingkan dengan negara-negara
lain. Apabila merujuk pada State of Global Islamic Economy Report tahun 2023 yang diterbitkan oleh DinarStandard
pada 26 Desember 2023, posisi
Indonesia secara umum naik satu peringkat
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu berada pada peringkat ketiga di bawah Malaysia dan Saudi Arabia. Kemudian jika kita lihat lebih detail
berdasarkan enam indikator, yaitu indikator keuangan syariah (Indonesia berada
di peringkat tujuh atau turun satu peringkat
dibandingkan tahun 2022), makanan halal
(Indonesia pada peringkat kedua atau sama dengan
peringkat tahun sebelumnya),
wisata ramah muslim (Indonesia peringkat di luar 10 besar), pakaian muslim/ modest
fashion (Indonesia pada peringkat ketiga
atau sama dengan tahun sebelumnya),
farmasi dan kosmetik (Indonesia pada peringkat kelima
atau naik 4 peringkat dibandingkan dengan tahun 2022), dan indikator media dan rekreasi (Indonesia berada
di peringkat 6, dimana pada tahun sebelumnya Indonesia berada di luar peringkat 10 besar). Berdasarkan data yang
dikeluarkan, Malaysia unggul pada 4 indikator yaitu keuangan syariah, makanan
halal, serta media dan rekreasi. Sementara kriteria modest fashion dan
wisata ramah muslim, Turki
unggul pada peringkat 1, serta Singapura unggul pada indikator farmasi dan kosmetik.
Pertanyaan berikutnya ialah apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk
mengejar target menjadi Global Halal Hub? Saat ini, pemerintah telah
menerbitkan izin untuk pembentukan tiga Kawasan industri halal yaitu Safe Lock
Halal Industrial Park di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemudian Bintan Inti Halal Hub
di Kepulauan Riau dan Halal Modern Valley di Banten. Selain itu, telah
dilakukan kodifikasi dan produk halal dengan transaksi perdagangan
ekspor-impor. Serta, proses sertifikasi halal gratis melalui program SEHATI bagi
usaha mikro dan kecil telah dilakukan oleh BPJPH. Berdasarkan data total ekspor
produk halal pada tahun 2022 tercatat mencapai US$ 15,87 miliar.
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah berkenaan dengan
keberlanjutan pengembangan ekosistem ekonomi syariah. Pertama, salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap prinsip-prinsip ekonomi syariah. Dibutuhkan upaya besar
untuk memberikan edukasi yang efektif kepada masyarakat agar mereka dapat
memahami manfaat ekonomi syariah dan memilihnya sebagai pilihan yang
berkelanjutan. Kedua, perkembangan ekosistem ekonomi syariah memerlukan
kerangka kerja regulasi dan kebijakan yang mendukung. Penyelarasan antara
lembaga-lembaga pemerintah dan ekosistem keuangan syariah adalah suatu
keharusan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi
syariah. Ketiga, ketersediaan sumber daya manusia yang memahami prinsip-prinsip
ekonomi syariah juga merupakan tantangan. Pelatihan dan pengembangan SDM yang
kompeten di bidang ini dapat memainkan peran kunci dalam mengatasi kendala ini.
Berdasarkan kepada kondisi eksisting tersebut, terdapat
beberapa hal yang dapat dikerjakan oleh pemerintahan baru berikutnya. Pertama, melanjutkan
pemerkuatan ekosistem ekonomi syariah dengan memperluas jejaring dan kemitraan.
Kedua, melanjutkan pembuatan Kawasan industri halal di wilayah lain, misalkan
di Kawasan Timur Indonesia dan/atau di Kalimantan. Ketiga, melanjutkan
pemerkuatan ekosistem ekonomi syariah berbasis digitalisasi. Keempat,
melanjutkan pembentukan komite daerah ekonomi syariah (KDEKS) di seluruh
provinsi di Indonesia yang diiringi dengan penguatan kelembagaannya.
Penguatan dan pengembangan ekosistem ekonomi syariah
memerlukan sejumlah prasyarat untuk memastikan keberlanjutan dan
keberhasilannya. Pertama, masyarakat harus memiliki pemahaman yang baik tentang
prinsip-prinsip ekonomi syariah dan manfaatnya. Program pendidikan dan
kesadaran masyarakat yang efektif dapat membantu mengubah persepsi dan membuka
jalan bagi penerimaan ekonomi syariah. Kedua, sistem regulasi yang jelas,
konsisten, dan mendukung sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi perkembangan ekonomi syariah. Hal ini melibatkan penyempurnaan
regulasi yang ada dan kebijakan yang mendukung inovasi serta pertumbuhan sektor
ekonomi syariah. Ketiga, ekosistem ekonomi syariah memerlukan lembaga keuangan
syariah yang kuat dan berdaya saing. Ini melibatkan pengembangan dan penguatan
bank syariah, lembaga keuangan non-bank, serta perusahaan asuransi syariah.
Kesehatan dan keberlanjutan lembaga-lembaga ini menjadi kunci untuk memberikan
layanan keuangan syariah yang efektif.
Keempat, inovasi dalam produk dan layanan syariah menjadi
kunci untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang. Pengembangan produk
yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan relevan dengan kebutuhan
konsumen dapat membuka peluang baru dan meningkatkan daya saing ekonomi
syariah. Kelima, pemanfaatan teknologi, terutama dalam bentuk fintech syariah,
dapat meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan kecepatan layanan dalam
ekosistem ekonomi syariah. Investasi dalam infrastruktur teknologi menjadi prasyarat
penting untuk mendukung pertumbuhan sektor ini. Keenam, kemitraan yang kokoh
antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga-lembaga akademis perlu dibangun.
Kolaborasi yang baik dapat memfasilitasi pertukaran pengetahuan, sumber daya,
dan pengalaman, yang pada gilirannya mempercepat pengembangan ekonomi syariah.
Ketujuh, sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas tinggi sangat
penting. Pelatihan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan yang
berkelanjutan diperlukan untuk memastikan adanya tenaga kerja yang mampu
mengelola dan mendukung perkembangan ekonomi syariah. Terakhir, adanya sistem
pengukuran kinerja yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta
transparansi dalam operasi dan pelaporan keuangan menjadi prasyarat penting.
Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pelaku bisnis terhadap
ekonomi syariah.
Dengan menerapkan strategi pengembangan dan pemerkuatan
yang komprehensif, Indonesia dapat mengukir jejak yang positif dalam
pengembangan ekosistem ekonomi syariah. Kolaborasi antara pemerintah, sektor
swasta, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan ekonomi
syariah yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing di tingkat global.
Untuk mencapai keberlanjutan dan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam ekosistem
ekonomi syariah, diperlukan strategi pengembangan yang holistik dan terarah. Melalui
langkah-langkah strategis yang cermat, Indonesia dapat membangun fondasi yang
kokoh untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi syariah yang inklusif dan
berdaya saing.
Oleh: M. Nur Rianto Al Arif (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta)