KabarPendidikan.id - Kesadaran orang tua untuk berkolaborasi dengan sekolah dalam mengembangkan potensi anak melalui Kurikulum Merdeka memberikan peluang besar. Beberapa orang tua mulai menyadari bahwa pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi melibatkan peran aktif orang tua. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang dikembangkan sebagai bagian dari Kurikulum Merdeka mendorong kerja sama dan gotong royong antara sekolah dan orang tua, menciptakan lingkungan pendidikan yang menyenangkan bagi anak-anak.
Kurikulum Merdeka, sebuah inisiatif di bawah gerakan Merdeka Belajar, didesain
untuk merestrukturisasi pembelajaran. Program ini dikembangkan oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan fokus
pada fleksibilitas, materi esensial, dan pengembangan karakter serta kompetensi
siswa. Tujuannya adalah memberikan pembelajaran yang lebih berarti dan mendalam
bagi siswa.
Selain materi inti, Kurikulum Merdeka memperluas kesempatan untuk pengembangan
kompetensi dan karakter siswa melalui P5, kegiatan ekstrakurikuler yang
memungkinkan siswa mempelajari isu-isu penting seperti perubahan iklim, anti
radikalisme, kesehatan mental, budaya, wirausaha, teknologi, dan kehidupan
berdemokrasi. Hingga tahun ajaran 2023/2024, lebih dari 80 persen sekolah di
Indonesia telah menerapkan Kurikulum Merdeka, yang mendorong kerja sama antara
guru, kepala sekolah, orang tua, dan berbagai pihak lainnya.
Peran orang tua, khususnya, menjadi faktor penentu keberhasilan Kurikulum
Merdeka. Mereka diharapkan untuk mengubah pandangan bahwa sekolah hanya sebagai
tempat anak dititipkan dan memasrahkan proses pembelajaran sepenuhnya kepada
sekolah. Orang tua diharapkan lebih terlibat dan mendukung semua aspek
pendidikan anak, untuk mencapai tujuan pemerintah dalam mencetak generasi
Indonesia yang mengamalkan Profil Pelajar Pancasila.
Adhya Utami Larasati, seorang orang tua di SDIT Al Irsyad Al Islamiyyah
Bandung, menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka membantunya memahami rencana
pendidikan anaknya lebih jelas dan memberikan wawasan tentang karakteristik
anaknya. Ia mencatat bahwa melalui Kurikulum Merdeka, anak-anak diajarkan
nilai-nilai seperti beriman, bertakwa, beradab, dan mandiri, selain fokus pada
pelajaran inti. Ia mengatakan,
"Kami selaku orang tua juga ikut bergotong
royong untuk melatih kemandirian anak dengan melatih life skill dan mengajarkan
mereka bertanggung jawab dengan propertinya sendiri," ujar
Adhya.
Selain itu, ia melihat anak-anak antusias dalam
menjalankan proyek pembelajaran, yang mengajarkan mereka kerja sama dalam tim
dan mengurangi sifat individualistik.
“Selain itu, terdapat tantangan, seperti saat anaknya memiliki
kesulitan dalam laporan progres pembelajaran. Disi lain, orang tua harus membantu
anak untuk mengatasi tantangan ini,” tegas Adhya.
Melalui Kurikulum Merdeka, orang tua memainkan peran yang lebih besar dalam
pendidikan anak mereka, dengan komunikasi aktif antara orang tua, guru, dan
interaksi dengan orang tua lainnya, memudahkan pemahaman tentang perkembangan
anak. Hal ini membantu mengatasi kendala pembelajaran anak. Kurikulum Merdeka
juga disesuaikan dengan minat dan bakat anak, memungkinkan orang tua mendukung
masa depan anak mereka dan membantu mereka menjadi generasi yang lebih unggul.
Sekar Pratiwi/adp