Durri Yatul Lumah, Pemerhati Pendidikan
KabarPendidikan.id - Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah
mencanangkan berbagai program dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan
lingkungan pendidikan yang berkualitas, transparansi, dan meluas dengan
didukung pembangunan dan IPTEK yang berkemajuan. Kebijakan-kebijakan ini
dilakukan sebagai bentuk penanaman dan pengembangan kebudayaan dan karakter
kebangsaan melalui akses pendidikan. Mulai dari peningkatan kurikulum,
penyelenggaraan sekolah penggerak dan guru penggerak, digitalisasi sekolah,
hingga program akbar Kemendikbudristek yaitu Kampus Merdeka. Semua program itu
dilangsungkan terhadap satuan instansi pendidikan. Mulai dari pendidikan dasar
hingga lingkungan perguruan tinggi.
Diantara
kebijakan dan peraturan tersebut, Kemendikbudristek yang terus mengupayakan
sistem pendidikan yang meluas dan transparan, Kemendikbusristek pun membentuk
sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sistem terbaru ini membantu siswa
pada anak usia sekolah untuk mengenyam suatu bangku pendidikan dasar hingga
menengah secara adil, aman, tertib, dan terorganisasi. Namun, cemarut
pelaksanaan PPDB di berbagai daerah terus terjadi. Rasa kecewa masyarakat
terhadap proses PPSB yang dinilai tidak transparansi menjadi benang kusut,
khususnya sistem PPDB zonasi. Misalnya saja, pada PPDB tahun ini, Wali Kota
Bogor Bima Arya Sugiarto menemukan indikasi adanya kasus kartu keluarga
pendaftar bermasalah. Informasi yang terdapat di KK tersebut tidak valid.
Kecurangan data di KK demi pendaftaran PPDB jalur zonasi tentu menjadi coretan
kelam yang terus berulang.
PPDB Jadi
Ruang Baru Pemerataan Pendidikan
Berdasarkan
Pasal 1 Bab 1 Permendikbud No 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik
Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan,
PPDB merupakan sistem penerimaan peserta didik baru untuk memasuki bangku TK
dan sekolah. Adapun sistem PPDB ini terbagi menjadi beberapa jalur, yaitu:
1. Jalur zonasi, merupakan jalur yang
diperuntukkan calon peserta didik yang berdomisili atau memiliki wilayah yang
dekat dengan suatu satuan pendidikan. Kuota yang disediakan untuk jalur ini
berkisar 50 persen dari daya tampung sekolah, calon peserta didik berdomisili
di dalam wilayah yang ditetapkan pemerintah dan diterbitkan paling singkat satu
tahun sejak pendaftaran PPDB. Pada jalur zonasi, calon peserta didik dapat
mengganti KK dengan surat keterangan domisili dari RT/RW Terkait.
2. Jalur afirmasi, merupakan jalur yang
ditujukan bagi calon peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang
mampu. Kuota yang disediakan untuk jalur ini berkisar 15 persen dari daya
tampung sekolah Calon peserta didik harus membuktikannya melalui partisipasi
calon peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari
pemerintah terkait. Calon peserta didik dapat mendaftarkan diri melalui jalur
ini dengan domisili di dalam atau di luar wilayah zonasi sekolah terkait.
3. Jalur perpindahan orangtua/wali, dan anak
guru, merupakan jalur yang disediakan bagi calon peserta didik yang walinya
dipindah tugaskan, juga anak dari orangtua yang berprofesi sebagai guru. Kuota
yang disediakan untuk jalur ini berkisar 5 persen dari daya tampung sekolah.
Calon peserta didik wajib melampirkan surat penugasan dari lembaga atau
instansi terkait si wali atau orangtua. Adapun anak guru yang mendapatkan
kesempatan ini bisa digunakan di sekolah tempat orang tuanya mengajar.
Prioritas utama dalam jalur ini adalah calon peserta didik yang jarak huniannya
terdekat dengan sekolah.
4. Jalur prestasi, merupakan jalur dimana
calon peserta didik dapat mengajukan nilai rapor sebagai bahan evaluasi dan
seleksi sekolah. Calon peserta didik dapat menggunakan nilai lima semester
akgir yang dilampirkan dengan surat keterangan peringkat rapor sekolah asal.
Prestasi yang dapat diajukan dalam jalur ini meliputi prestasi akademik dan non
akademik.
Keempat
jalur tersebut merupakan proses yang dapat calon peserta didik lalui untuk
masuk ke sekolah tujuan mereka. Kemendikbudristek terus menimbang,
memperbaharui, dan mengevaluasi sistem PPDB ini setiap tahunnya, menyusul
laporan dan aduan mengenai masalah yang terjadi pada sistem PPDB di setiap
daerah. Dari sini lah, ditemukan sistem zonasi menjadi pusat kekusutan yang
terjadi dalam proses PPDB di setiap daerah. Mengapa hal ini dapat terjadi?,
mari kita mengenal lebih dahulu apa itu sistem zonasi pada PPDB.
Semrawutnya
Sistem Zonasi
Sistem
zonasi pada PPDB telah dirancang sejak tahun 2017, pada kepemimpinan Muhadjir
Effendy sebagai Mendikbudristek pada saat itu. Sistem zonasi dibangun karena
pemerintah pusat berharap adanya perubahan pada sistem pendidikan secara
menyeluruh dengan terciptanya pemerataan pendidikan. Sehingga setiap anak dapat
mendapatkan kualitas pendidikan yang sama di setiap daerah. Sistem ini sendiri
dibuat dari keluhan orang tua calon peserta didik adanya fenomena “sekolah
favorit” dalam sistem penerimaan siswa baru yang sebelumnya terjadi. Kebijakan
ini tentunya menuai berbagai respon dari masyarakat. Banyak pihak yang merasa
sistem ini justru akan menjadi masalah baru dalam pemerataan akses sekolah bagi
anak-anak mereka.
Meskipun
menuai berbagai respon dari adanya kebijakan terbaru ini. Pemerintah tetap
optimis dengan adanya kebijakan zonasi ini. Namun seiring waktu berjalan,
sistem zonasi menjadi bumerang bagi pemerintah pusat akibat kurang meratanya
koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah. Keluhan-keluhan terus terjadi
dan menambah pekerjaan rumah pemerintah pusat maupun daerah dari adanya
kebijakan zonasi ini. Tidak hanya itu, sistem zonasi juga menjadi ajang
perebutan ‘sekolah impian’ oknum orang tua yang menginginkan sekolah favorit.
Dengan berbagai cara yang dilakukan untuk mendapatkan sekolah tersebut tanpa
menimbang sistem zonasi yang seharusnya diterapkan di berbagai daerah. Dari
kasus yang baru-baru ini terjadi di berbagai daerah, khususnya di Bogor.
Pelanggaran yang terjadi dengan memalsukan identitas KK calon peserta didik
hingga memasukkan peserta didik di luar wilayah zonasi menjadi salah satu bukti
‘pincang’nya sistem ini.
Pentingnya
Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah Membenahi Sistem Zonasi
Dari
berbagai kasus yang telah terjadi akibat adanya sistem zonasi ini tentu menjadi
pekerjaan rumah yang besar bagi satuan pemangku kekuasaan, mulai dari pusat
hingga daerah. Sekolah pun wajib turut andil dalam melaksanakan PPDB yang adil,
jujur, dan transparan. Dilansir Ditsmp Kemendikbudrsitek, telah dijelaskan
bahwa Pemerintah Daerah menetapkan wilayah zonasi setiap jenjang pendidikan
melalui kewenangannya harus menerapkan prinsip mendekatkan domisili peserta
didik dengan sekolah. Pemerintah Daerah juga wajib melibatkan musyawarah dengan
pihak sekolah terkait. Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah telah diberikan
kewenangan dan kewajibannya untuk memasukkan setiap calon peserta didik sesuai
dengan wilayahnya masing-masing. Sekolah pun berhak mengkonfirmasi kembali
setiap data calon peserta didik, apakah sesuai atau tidak dengan sistem zonasi
yang diterapkan.
Kecurangan
yang terjadi pada sistem zonasi ini pun menjadi tanggung jawab bersama dari
pusat hingga sekolah. Pemerintah pusat telah membangun pondasi melalui sistem
zonasi ini agar terciptanya pendidikan yang merata. Maka Pemerintah Daerah
harus lebih manageable dan valuable. Pemda pun harus menggagas
aturan yang tegas atas munculnya oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaan dan
kewenangannya untuk melakukan kecurangan.
Pada
akhirnya, Pemerintah Pusat memiliki hak penuh dalam menciptakan sistem
pendidikan yang merata dan menyeluruh, namun Pemda juga memiliki kewajiban dan
kewenangan untuk mengawasi dan mengorganisir kebijakan ini dengan baik, karena
Pemda dan satuan instansi pendidikan yang berperan langsung dalam
mengimplementasikan kebijakan ini di masyarakat.