KabarPendidikan.id - Maryam Latarisa saat ini tengah menjadi perbincangan warganet. Guru sekaligus Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) SMA Negeri 15 Maluku Tengah dirundung oleh siswanya. Perbuatan yang dilakukan oleh siswa seperti mengambil kunci motor Maryam hingga disoraki oleh para siswa. Kejadian ini diduga didukung atas tidak diterimanya para siswa atas kebijakan kepala sekolah yang menunjuk Maryam sebagai Wakasek SMA Negeri 15 Maluku Tengah.
Hal ini tentu sangat disayangkan terjadi. Banyaknya masyarakat
berpendapat penyelesaian yang dilakukan harusnya bisa lebih baik secara
demokratis, dibandingkan melakukan perundungan terhadap gurunya.
Eka Heriyani Dosen Prodi. Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Uhamka
sekaligus seorang Konselor menjelaskan peristiwa yang terjadi di Maluku
tersebut menjadi pekerjaan rumah besar bagi Stakeholder pendidikan dalam
pentingnya menanamkan pendidikan karakter pada peserta didik. Saat ini dunia
dihadapkan dengan kemajuan zaman yang terjadi di berbagai aspek, mulai dari pendidikan
hingga IPTEK. Kemajuan ini pun harus dihadapi dengan pengembangan nilai
karakter dan akhlak yang baik, agar semuanya selaras dengan kemajuan yang
terjadi saat ini.
"Saya kira kejadian yang terjadi di Maluku ini merupakan
salah satu contoh cacatnya sistem pendidikan di Indonesia. Kita sebagai
Stakeholder perlu menanamkan lebih apa itu pendidikan karakter dan moral kepada
anak-anak kita, agar memiliki moral dan etika sebagaimana seharusnya seorang
peserta didik. Anak-anak kita merupakan penerus bangsa yang memiliki tanggung
jawab dalam menciptakan Indonesia yang aman dan harmoni," pungkasnya.
Tujuan pendidikan berdasarkan UU No 20 Tahun 2003, untuk membentuk
generasi muda agar menjadi sosok yang beriman kepada Tuhan YME, memiliki akhlak
mulia, sehat, kreatif, berilmu, dan menjadi rakyat yang bertanggung jawab.
Kejadian di Maluku berbanding terbalik dengan tujuan pendidikan yang ada, dan
mirisnya hal ini terjadi di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi garda
terdepan dalam pembentukan karakter dan nilai tersebut.
“Maka dari itu, saya harap peristiwa tersebut dapat menjadi
pelajaran dan evaluasi untuk kita semua sebagai pihak yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan secara langsung untuk dapat saling membantu dan mendorong
terbentuknya lingkungan pendidikan yang berilmu dan berakhlak,” lanjutnya.
Eka mengungkapkan bahwa aksi perundungan memberikan dampak
negatif pada korban. Dampak negatif tersebut akan mempengaruhi dari psikis
maupun fisik korban seperti penurunan kesehatan, depresi, trauma bahkan
melakukan bunuh diri.
Hal ini tentunya memerlukan perlindungan dari berbagai ahli yang
dapat membantu kestabilan psikis korban. Ia pun menekankan peran pihak sekolah
dalam mengatasi kasus bullying di lingkungan sekolah, terutama peran Guru
Bimbingan Konseling (BK) sebagai centre of point dalam memberikan penanaman
nilai karakter dalam memberikan pelayangan di bidang bimbingan dan konseling.
“Guru BK dapat membantu korban dalam memberikan layanan kepada
korban agar korban memiliki wadah dalam permasalahan yang sedang dihadapi
sehingga korban tetap merasakan perlindungan dan dapat mengembangkan potensi
dirinya tanpa merasa dikucilkan,”ujarnya.
Melalui permasalahan perundungan
yang terjadi di Maluku diharapkan menjadi pembelajaran serta evaluasi dari
seluruh aspek pendidikan di sekolah. Dan kedepannya, tidak terjadi hal-hal yang
merugikan pihak satu sama lainnya.