KabarPendidikan.id - Prof Siti Musdah Mulia selaku aktivis perempuan berpendapat bahwa aksi kekerasan yang dilakukan anak dan remaja yang akhir-akhir ini sudah sangat meresahkan. Karena itulah peran perempuan menjadi sangat krusial dalam membentuk karakter dan pribadi anak yang toleran serta antikekerasan.
"Sesuai
dengan tema International Women's Day tahun 2023 ini, yaitu embrace equity (merangkul
kesetaraan), perempuan harus sadar bagaimana mempraktikan keadilan khususnya
keadilan gender. Jangan membiarkan ada perilaku diskriminatif, eksploitatif dan
kekerasan sekecil apa pun untuk alasan apa pun. Kata kuncinya, speak up,"
Ujar Siti Musdah Mulia di Jakarta.
Sepatutnya
tanggung jawab melahirkan dan membentuk generasi yang berakhlak dan
antikekerasan bukanlah tugas perempuan semata. Kaum laki-laki juga harus
menjadi benteng dalam membangun karakter anak melalui pendidikan dalam rumah
tangga.
"Bukan hanya perempuan, laki-laki juga
harus jadi benteng. Jadi diajarkan mulai dari keluarga, dari hal-hal yang
kecil-kecil dan biasa dianggap cuma sepele, justru itu yang sepele itu
berpengaruh dalam benak seseorang akhirnya menjadi sebuah karakter. Jadi kaca
kuncinya itu adalah teladan," Jelas Profesor Riset bidang Lektur Keagamaan
LIPI ini.
Menurutnya,
tidak bisa dipungkiri peran perempuan, khususnya ibu, selalu dianggap tokoh
utama dalam pembentukan karakter anak dan disebut sebagai sekolah pertama
(madrasatul ula) bagi anak. Namun, kerja sama orang tua dalam membentuk
karakter anak merupakan bagian dari amanah Tuhan kepada umatnya.
"Karena umumnya, apalagi anak-anak di
masa golden age itu kan biasanya melekat pada ibunya, tapi tanggung jawab anak
itu adalah tanggung jawab berdua. Inilah pentingnya kita memahami keluarga
berencana sehingga betul-betul siap, bukan hanya fisik, tetapi mental, sosial,
finansial, bahkan spiritual, itu tidak mudah memang karena anak itu
amanah," Jelasnya.
Ia mengemukakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi lemahnya pendidikan karakter anak. Parenting yang baik dan benar adalah jalan keluar mencegah masuknya pengaruh budaya kekerasan di lingkungan anak dan remaja.
"Ada
banyak faktor, faktor dalam keluarga, internal dan external. Parenting itu
penting, bagaimana mengajarkan anak kita untuk cerdas, menjadi bapak, menjadi
ibu yang baik itu nggak taken for granted, tapi harus melalui sebuah pendidikan
gitu loh," Jelasnya.
Membangun serta mempromosikan perdamaian, dan
pencegahan kekerasan juga memiliki tantangan tersendiri menurut wanita yang juga seorang aktivis
antikekerasan ini. Ia berharap tantangan yang ada tidak menyurutkan usaha
pemerintah untuk mewujudkan perdamaian di masyarakat.
"Karena masyarakat kita nggak suka dengan
perdamaian, sukanya kan konflik. Nah karena itu bagaimana kita membangun
literasi, membangun peradaban. Jadi pemerintah juga nggak boleh takut terhadap
kelompok-kelompok yang intoleran yang menghalang-halangi terwujudnya perdamaian
dalam masyarakat," ujarnya.
Pencegahan menjadi jalan terbaik dengan
menyadarkan masyarakat pentingnya tidak takut terhadap perbedaan. Juga perlunya
pendidikan perdamaian yang bisa di mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah
hingga lingkungan masyarakat. Upaya pencegahan menjadi jauh lebih penting
daripada mengadili atau menghakimi. Untuk itu, ia mendorong khususnya kaum
perempuan agar selalu menyuarakan kebenaran dan berdamaian di seluruh lingkup
kehidupan terutama dalam pendidikan anak.
"Di momen Hari Perempuan Internasional, saya mengimbau sekali lagi kepada seluruh perempuan untuk meningkatkan literasinya dan untuk mengimplementasikan prinsip keadilan dan kesetaran gender dalam seluruh lapangan kehidupan," kata Prof Siti Musdah.
(Annisa Nurani/adp)