KabarPendidikan.id - Indonesia diperkirakan akan mendapat bonus demografi pada 2045 mendatang, yakni ketika jumlah penduduk Indonesia 70 persennya berada dalam usia produktif. Namun, hingga saat ini kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) masih jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang sudah pernah mengalaminya.
"Jika kita
lihat angkatan kerja kita masih 12 persen yang berpendidikan
tinggi. Dalam hal ini, sebanyak 60 persen masih berpendidikan SD, SMP, bahkan
tidak sekolah," ujar Nizam selaku Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam webinar Pendidikan Tinggi di Masa
Depan, Rabu (19/10).
Ia membandingkan
situasi Indonesia saat ini dengan Korea Selatan (Korsel) yang telah mendapatkan
bonus demografi. Pada saat itu, lebih dari 50 persen angkatan kerja di Korsel
sudah berpendidikan tinggi. Oleh karena itu, dengan melihat perbandingan
tersebut, ia menilai kesiapan Indonesia saat ini ternyata masih sangat jauh
dalam memasuki bonus demografi.
"Ternyata
jauh sekali kesiapan kita di dalam memasuki bonus demografi dibandingkan dengan
negara-negara yang sudah pernah bisa memanfaatkan bonus demografi untuk
pertumbuhan ekonominya," ujarnya.
Dengan demikian,
hal itu menjadi salah satu isu yang cukup menantang terkait dengan maju atau
mundurnya bangsa ini ke depan. Maka dari itu, bangsa Indonesia pada saat ini
sangat bergantung pada pendidikan untuk dapat memastikan apakah bangsa ini maju
atau mundur. Oleh karena itu, ia berharap akan adanya peningkatan jumlah mahasiswa agar lulusan perguruan tinggi yang
berkualitas bisa segara hadir.
Selain itu, ia
juga mengatakan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia jauh lebih besar
daripada China. Dalam hal ini, jumlah yang besar itu tidak berbanding lurus
dengan kualitas yang tidak begitu baik sehingga masyarakat dengan pendidikan
relatif rendah kerap disebut hanya mengejar ijazah daripada kompetensi yang
akan didapatkan melalui pendidikan tinggi.
"Kini,
jumlah perguruan tinggi di Indonesia ini dua kali lipat dari China, yaitu 4.300
perguruan tinggi. Oleh karena itu, hampir di setiap perguruan tinggi di
kabupaten tak jarang ditemukan mahasiswa yang masih belun memiliki arah
tujuannya serta ada juga dosen yang kurang
kompeten," tuturnya.
ADP/SAN