Oleh : Ratu Kaila
Mahasiswa FEB Uhamka
Pendidikan karakter adalah konteks yang penting pada abad 21 untuk mengatasi krisis moral yang melanda Indonesia. Dengan bantuan pelaku pendidikan, pemerintah, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat peserta didik dapat memperoleh pendidikan karakter yang efektif. Selain itu untuk menghadapi perkembangan teknologi dan komunikasi peserta didik membutuhkan guru yang professional. Karakter adalah sebuah kata yang tidak terdengar asing. Karakter terbentuk pertama kali di dalam keluarga dimana manusia dididik dan diajarkan nilai-nilai untuk pertama kali. Selain dari keluarga, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi karakter seseorang, seperti: agama yang mengatur seluruh tata cara perilaku manusia, lingkungan yang dimulai dari dari pertemanan sekawan dan lingkungan sekitar, serta sekolah yang merupakan lembaga formal dalam pembentukan karakter dan jati diri seseorang. Jadi, karakter seseorang akan terbentuk dimana pun mereka berada.
Indonesia berada pada urutan keempat untuk angka jumlah penduduk terbanyak di dunia. Menyikapi ini tentu Indonesia membutuhkan generasi unggul yang dapat memajukan dan menaikkan derajat bangsa. Salah satu upaya untuk menghasilkan generasi yang unggul adalah dengan adanya pendidikan berkarakter. Di samping itu, Indonesia telah mencetuskan 5 pilar pemersatu bangsa yang hendaknya dipahami oleh seluruh generasi penerus bangsa melalui pendidikan di sekolah. Sekolah sebagai salah satu solusi dalam membentuk siswa berkarakter. Salah satu caranya adalah melakukan kiat-kiat pencerdasan generasi penerus bangsa, tentu salah satunya melalui jalur sekolah.
Pada masa lalu melakukan pembelajaran kepada siswa yang berifat pendengar pasif dan duduk manis, sedangkan pembelajaran yang dilakukan sekarang mendorong siswa memiliki kemampuan analisis, kreatif, reflektif, dan aktif. Adanya kebijakan ini dikarenakan dunia sekarang ini dihadapkan dengan krisis karakter dimana kejahatan yang merajalela dimana-mana, seperti korupsi yang merupakan bahan pemikiran banyak pihak. Hal dapat terjadi karena kurangnya penekanan pembentukan karakter pada kurikulum sebelumnya.
Tetapi implementasi dari pendidikan karakter belum merata di seluruh Indonesia dan juga bukanlah hal yang dapat dilakukan secara instan karena dapat memiliki beberapa penghalang mulai dari fasilitas, akses, dan sumber daya manusia. Keterbatasan fasilitas tidak dapat dinikmati secara merata di seluruh bagian Indonesia, masih banyak bagian pelosok negeri yang belum dapat mengenyam pendidikan.
Sekolah di daerah terpencil yang sulit untuk dijangkau bagi sebagian peserta didik yang bahkan harus menyeberangi sungai dan bukit untuk sampai di sekolah. Dan generasi unggul akan lahir dari tenaga pengajar yang baik pula. Seperti tenaga pengajar yang tidak memiliki karakter yang tidak dapat dijadikan panutan bagi siswa. Bagaimana siswa akan memiliki karakter yang baik dimana mereka memperhatikan contoh yang tidak baik dari guru, seperti guru yang melakukan perbuatan tidak senonoh kepada siswanya yang akan melahirkan siswa berkarakter buruk seperti tawuran, narkoba, dll karena siswa tidak dapat menerima penerapan dari guru yang tidak kompeten dalam penyaluran karakter positif.
Dalam implementasinya, pendidikan karakter hendaknya dibentuk dengan cara yang sistematis yang di dalamnya terdapat aspek afektif, kognitif dan psikomotorik yang berjalan beriringan dalam proses pendidikan. Sebagai contoh wujud implementasi tiga hal diatas adalah ketika seorang telah mampu untuk menjadi seorang siswa cerdas dalam proses belajar di kelas, memiliki akhlak yang baik, serta aktif dalam kegiatan ekstra maupun olahraga. Tanpa adanya sikap yang baik maka perkembangan pengetahuan dapat menurunkan nilai luhur banga, melemahkan kepribaadian yang baik, dan membuat generasi bangsa sebagai generasi yang tidak berpotensi mempertahankan dan mengembangkan kesejahteraan banga.
Selanjutnya, perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi selain dapat memberikan dampak positif, juga berdampak negatif yang akan menimbulkan generasi yang terbelakang. Sebagai contoh, ditayangkannya film-film yang dapat merusak generasi dalam bentuk budaya berfoya-foya, melanggar peraturan sekolah maupun lalu lintas, pergaulan bebas, dan penggunaan narkoba yang secara gamblang dipertontonkan pada acara televisi. Selain itu, internet akan tidak menguntungkan bagi generasi penerus apabila para anak-anak dan remaja menghabiskan waktu bermain games di warung internet tanpa berperan aktif di lingkungan sekitar yang membiasakan prilaku anti sosial karena sikap sosial merupakan salah satu syarat penting yang harus dilatih untuk melahirkan pribadi yang berkualitas mempunyi karakter.
Untuk menghasilkan generasi emas yang berkarakter tentu harus mengetahui apa tuntutan dunia dan apa yang dibutukan oleh masyarakat. Pada abad modern ini perkembangan ilmu, teknologi dan komunikasi bergerak sangat cepat. Perkembangan ini menjadi kebutuhan bagi dunia untuk berkembang. Hal ini harus seiring dengan sikap masyarakat yang terbuka, beretika, dan toleran. Karena perkembangan ini berkaitan dengan kesehatan, budaya, lingkungan, ekonomi, dan lainnya. Dengan adanya sikap ini masyarakat dapat mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup.