Oleh : Nabila Aulia Rahma
Mahasiswa FEB Uhamka
Konsep kecantikan tidak turun dari langit atau datang otomatis dalam diri sendiri. Apa yang kita anggap cantik sebenarnya adalah standar yang diciptakan oleh Siapa yang memegang kekuasaan terutama kekuasaan dalam mengontrol dan mendefinisikan peran perempua. Tapi bagaimana sebuah standar kecantikan bisa disebarkan dan diterima oleh masyarakat luas?.
Media adalah motor dari berbagai perubahan trend kecantikan, salah satunya dengan menghadirkan sosok-sosok yang dianggap cantik dalam iklan maupun konser hiburan. Kita tentunya familiar dengan perempuan-perempuan yang berpostur ideal tinggi, berkulit putih mulus, langsing, wajah tanpa pori-pori wara-wiri di layar kaca. Postur semacam ini merupakan standar yang gak masuk akal dan gak memanusiakan kebanyakan perempuan.
Trend kecantikan yang terus berubah sering membuat banyak perempuan merasa berlomba untuk mencapainya Seperti tampilan model di majalah perempuan atau televisi, sesungguhnya kita tahu dan sadar bahwa ada banyak ‘tipuan' untuk membuat seseorang terlihat sempurna. Kekuatan make up, misalnya, bisa mengubah wajah hingga tak dikenali. Angle foto pun turut membuat sebuah foto menjadi lebih menarik. Belum lagi ditambah teknologi digital yang bisa menciptakan imaji dahsyat sesuai keinginan. Kesempurnaan adalah milik Photoshop, bukan sesuatu yang nyata.
Dengan permasalahan ini hal apa yang harus kita lakukan?, menurut saya pribadi tentu akan sulit jika kita memaksa sistem atau media untuk akhirnya waras dan memiliki pandangan positive tentang standar kecantikan. Menurut saya pun standar kencantikan tidak ada, semua permpuan unik dan berbeda-beda jalan keluarnya yaitu kita dapat menerima perbedaan ini. Kita perempuan harus memiliki kuasa tentang diri kita sendiri.