Oleh : Putri Dewi Astuti
Mahasiswa Uhamka
Sebenarnya cantik itu apa sih? Dan gimana sebetulnya standart “Cantik” menurut masyarakat? Mungkin banyak yang menjawab bahwasanya cantik itu harus memiliki kulit yang putih, badan yang langsing, tinggi yang ideal, hidung yang mancung, dan lain-lain. Sehingga dari sini banyak sekali wanita yang melakukan segala cara agar ia bisa masuk kedalam standart kecantikan tersebut.
Teori tentang standar kecantikan ini sedikit banyak terdapat campur tangan media yang mengkonstruksikan bahwa cantik banyak tuntutan. Hal ini berkaitan dengan teori konstruksi sosial media massa yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, yang menjelaskan bahwa hakikatnya, realitas sosial dibentuk dan dikonstruksi manusia. Levine dan Harrison (2004) juga menjelaskan bahwa media dapat mengkontruk standart kecantikan dan seksualitas yang terlihat sempurna dan sangat indah, tetapi realitanya hal tersebut tidak mungkin dicapai.
Selain itu, beberapa tahun ini media selalu memperlihatkan gambaran kecantikan melalui visual-visual iklan. Seperti yang terlihat pada iklan sabun, body lotions, face wash yang mengklaim bahwa produknya dapat ‘memutihkan’ dan kata-kata yang menggambarkan bahwa putih itu cantik. Selain itu juga ada beberapa iklan-iklan produk skincare yang menegaskan bahwa cantik harus mulus.
Hal tersebut membentuk pemikiran tentang standart kecanikan sehingga banyak perempuan yang rela melakukan apapun agar sesuai dengan standart tersebut. Merubah bentuk tubuh dengan diet ketat, memakai cream-cream berbahaya agar mendapat kulit putih maksimal, melakukan tindakan operasi, dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar memenuhi standar kecantikan yang selama ini dikonstruksikan oleh media dan sebagai upaya agar tidak terpojokkan karena tidak sesuai dengan konsep kecantikan ideal. Sangat ironis sekali.
Sejatinya, kecantikan tidak memiliki standar ataupun konsep idealnya. Kecantikan lahir dari diri yang berpikiran positif, pribadi yang kompeten, attitude yang baik dan segala macemnya. Standar kecantikan itu tidak bisa dijadikan tolak ukur karena bisa berakibat kurang baik bagi diri sendiri serta kurangnya rasa percaya diri.