Kabarpendidikan.id Pandemi Covid-19 menjadi membuat turunnya daya belajar dan learning loss para peserta didik. Peserta didik dapat hadir di kelas dengan kapasitas 100 persen sulit direaliasikan.
Kepala Bidang Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taga Radja Gah, mengatakan bahwa pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas 50 persen membuat konsentrasi guru terpecahkan dan menghambat penyampaian pembelajaran. Guru memiliki tanggung jawab dalam menyampaikan pelajaran kepada peserta didik, tetapi dalam waktu bersamaan guru harus menyampaikan PTM dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Yang paling efektif adalah, pembelajaran 100 persen dibanding 50 persen karena fokus guru tidak terpecah," kata Taga kepada merdeka.com, Kamis (7/4).
Pemerintah mengizinkan untuk menerapkan PTM 100 persen mengingat kasus positif Covid-19 di Jakarta dan status PPKM di ibu kota telah berada di Level 2. Namun tidak menutup kemungkinan jika wali lebih memilih PJJ.
Hal ini merujuk pada Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan Kebudayaan riset dan teknologi Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pelaksanaan Keputusan 4 menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Surat tersebut berisi pernyataan bahwa orang tua atau wali peserta didik riberikan pilihan untuk mengizinkan anaknya mengikuti PTM terbatas atau PJJ.
Kepala Bidang Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta tersebut menyampaikan terdapat dua prosedur yang dilakukan sekolah saat mendapatkan konfirmasi kasus positif Covid-19. Pertama, kasus yang ditemukan sekolah secara mandiri. Artinya, wali murid melaporkan bahwa peserta didik terkonfirmasi positif Covid-19. Sekolah diminta bergegas berkoordinasi dengan pihak Puskesmas dan melakukan pelacakan kontak erat dalam menghadapi kondisi tersebut. Jika sewaktu-waktu hal tersebut terjadi, standar prosedur yang dilakukan sama dengan PTM dengan kapasitas 50 persen atau dapat menghentikan PTM terlebih dahulu.
"Dan menghentikan dulu PTM di kelas dialihkan ke PJJ," kata dia.
Taga menyebutkan durasi PJJ tergantung dengan kasus dari hasil pelacakan oleh Puskesmas. Jika kasus tidak lebih dari 3 orang, maka PJJ cukup dilakukan 5 hari.
"Kalau ada penularan sampai banyak maka PJJ sampai 14 hari," jelasnya.
Standar prosedur kedua adalah active case finding (ACF) yang dilakukan Dinas Kesehatan. Taga menyampaikan, Dinas Kesehatan turut aktif melakukan pelacakan kasus di sekolah tersebut. Dari hasil koordinasi dengan Puskesmas dan sekolah, apabila dari satu sekolah kasus terkonfirmasi di bawah 5 persen, maka kelas yang terdapat kasus konfirmasi Covid-19 saja yang ditunda pelaksanaan PTM.
Menurut Doni Koesoema selaku Pengamat Pendidikan, menyampaikan bahwa buka tutup sekolah di masa pandemi Covid-19 akan berdampak pada kemampuan dan psikologis peserta didik dalam belajar.
Namun, hal ini menjadi titik balik dunia untuk pendidikan berbenah diri. Pandemi Covid-19 menuntut peserta didik dan tenaga pengajar agar saling sama-sama bertanggung jawab bukan hanya sekadar akademis.
"Ini momen pendidikan dan tanggung jawab yang sesungguhnya, karena anak-anak tidak disiplin protokol kesehatan sehingga merugikan semua. Pembelajaran bisa dikejar, tetapi karakter yang rusak akan sulit diperbaiki," kata Doni.
Doni menekankan tanggung jawab, bukan sebatas saat berada di lingkungan sekolah, dan juga pengawas dari pengurus sekolah. latihan jujur terhadap diri sendiri dimulai kedisiplinan di rumah dan selama perjalanan pulang dari sekolah.
"Sikap bertanggung jawab, peduli pada yang lain akan memperlancar pembelajaran di sekolah dan tanggung jawab ini bukan sekadar kalau diawasi, melainkan diri sendiri yamg mengawasi. Jujur, ini penting bagi keberhasilan siswa dalam hidup bersama dan profesional," ungkapnya.
(DYL)