Oleh : Damar Qurniawan
Mahasiswa FEB Uhamka
Yang
dimaksud dengan pawang hujan yakni orang yang pandai menolak hujan. Di
Indonesia, pawang hujan banyak dipercaya dapat menghentikan hujan atau
memindahkan hujan ke tempat lain. Jasa pawang hujan biasanya dipakai dalam
acara-acara khusus di musim hujan, seperti pernikahan, ritual kematian, hingga
acara nasional. Tidak hanya di Mandalika, jenis pekerjaan ini juga umum
dijumpai di daerah-daerah lain. Beberapa kebudayaan di Indonesia memiliki
sebutan yang berbeda bagi pawang hujan, seperti dukun pangkeng bagi masyarakat
Betawi, Nerang Hujan bagi masyarakat Bali, dan Bomoh bagi masyarakat Melayu di
Riau.
Keberadaan
pawang hujan di Indonesia bukanlah hal yang aneh, mereka selalu ada di setiap
event penting atau acara besar lainnya. Biasanya mereka melakukan ritual khusus
secara tertutup jarang sekali ada Pawang hujan yang menampakan ritualnya, Sosok
pawang hujan yang muncul beberapa saat sebelum race MotoGP di Sirkuit
Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Minggu (20/3/2022), menjadi
sorotan. Saat itu, hujan membasahi Pertamina Mandalika International Street
Circuit sesaat sebelum balapan MotoGP Pertamina Grand Prix of Indonesia
digelar. Di tengah hujan, tampak seorang pawang melakukan ritual di area pit
lane. Perempuan itu terlihat berjalan tanpa alas kaki sambil membawa singing
bowl. Aksi pawang hujan di Sirkuit Mandalika itu menarik perhatian para pebalap
dan kru serta para penonton.
Namanya
adalah Rara Isti Wulandari atau yang akrab disapa Mbak Rara. Dia sudah terlibat
dalam banyak event-event besar seperti Turnamen AFC U-19 2018, Asian Games 2018
dan gelaran MotoGP Mandalika saat lalu.
Diperkirakan
bayarannya dalam helatan MotoGP Mandalika ini mencapai angka yang cukup
fantastis. Ia mengatakan bahwa pada perhelatan MotoGP di Mandalika ini, ia
dipekerjakan selama 21 hari dengan bayaran sebesar Rp 5 juta dalam satu hari.
Banyak
pro & kontra terkait aksi pawang hujan dalam acara internasional tersebut,
ada yang mengatakan jika hal itu tidak ilmiah, tidak modern, bahkan sampai
dibilang musyrik dan di sisi lain ada juga yang pro dengan mengatakan ini
sebagai daya tarik marketing dan kearifan lokal.
Bagi yang pro, setidaknya yang tidak keberatan,
penggunaan pawang hujan di Mandalika bukanlah persoalan yang perlu
dipersoalkan. Apa salahnya memakai jasa pawang hujan untuk tujuan yang baik,
Bukankah itu bagian dari ikhtiar untuk melengkapi ikhtiar lain lewat teknologi
Begitulah prinsip mereka.
Bagi yang kontra, penggunaan pawang hujan di
Mandalika ialah sesuatu yang memalukan. Aib. Kepada dunia, kita seakan
menunjukkan diri sebagai bangsa terbelakang. Bangsa yang masih percaya pada
hal-hal mistis, takhayul. Bangsa yang masih mengandalkan hal-hal yang tak masuk
akal. Lebih jauh lagi, ia ditarik-tarik ke ranah agama.
Terlepas dari mereka percaya atau tidak dengan
pawang hujan, seenggaknya kita harus menghargai budaya dan tradisi yg ada di
negara kita. Saya pribadi percaya gak percaya dengan hal seperti itu.
Mendatangkan pawang oleh pihak penyelenggara menurut saya jadi sebagai salah
satu bentuk usaha agar event ini sukses terselenggara.