Kabarpendidikan.id Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut Kurikulum Prototipe mempunyai sejumlah karakteristik utama yang dapat mendukung upaya tersebut. Kurikulum Prototipe akan menjadi salah satu opsi pemulihan pembelajaran akibat tidak optimalnya pembelajaran selama pandemi Covid-19.
Zulfikri Anas selaku Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, menyampaikan "Kurikulum Prototipe memiliki beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran," tuturnya.
Karakteristik utama yang maksud, antara lain pengembangan keterampilan nonteknis dan karakter, fokus pada materi esensial, dan fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid.
Zulfikri menyatakan, Kurikulum Prototipe juga diharapkan dapat membantu anak dalam mengembangkan potensi dan bakat yang mereka miliki.
"Kurikulum Prototipe ini bagian dari proses pembelajaran yang artinya melanjutkan arah pengembangan kurikulum sebelumnya yaitu orientasi holistik, berbasis kompetensi bukan konten serta dirancang sesuai kebutuhan sekolah dan peserta didik," ujar Zulfikri.
Sementara itu, Syaiful Huda sebagai Ketua Komisi X DPR RI, mendukung opsi Kurikulum Prototipe tersebut. Menurut Huda, Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang padat konten sehingga tidak memberikan ruang untuk menumbuhkan potensi-potensi yang dimiliki para peserta didik. Hal itu menjadi lebih penting lagi ketika melihat adanya disrupsi yang sangat cepat oleh pandemi Covid-19.
"Saat ini, dengan perubahan/disrupsi yang sangat cepat terutama adanya pandemi Covid-19, sangat tidak mungkin bertahan dengan konsep pembelajaran yang padat konten sehingga tidak memberikan ruang menumbuhkan potensi peserta didik," tutur Huda.
Karena itu, Huda menyatakan, Komisi X DPR RI mendukung opsi tersebut. Ia juga mengatakan, Kurikulum Prototipe mengedepankan penyederhanaan materi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh para guru kepada para peserta didiknya. Ia mengingatkan, kurikulum tersebut bersifat pilihan dan tidak diwajibkan secara nasional.
"Kurikulum Prototipe ini bersifat pilihan dan tidak diwajibkan secara nasional sehingga sekolah diberikan kebebasan sehingga menjadi bagian dari Merdeka Belajar," ujar Huda.
Kendati demikian, Huda mengingatkan agar Kemendikbudristek dapat memfasilitasi sekolah-sekolah yang tidak memilih melaksanakan Kurikulum Prototipe. Menurutnya, koordinasi dengan pemerintah daerah perlu dilakukan secara intensif untuk mengantisipasi terjadinya kesenjangan.
"Perlu diantisipasi oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam mengatasi kesenjangan antara sekolah yang melaksanakan dan sekolah yang tidak melaksanakan Kurikulum Prototipe guna penyelesaian berbagai isu yang mungkin timbul," tutur Huda.
Satuan-satuan pendidikan diberikan beberapa waktu oleh Kemendikbudristek untuk mempelajari konsep Kurikulum Prototipe sebelum menentukan pilihan kurikulum yang akan digunakan. Kepala sekolah dan guru akan difasilitasi pelatihan agar bisa menerapkan kurikulum tersebut.
Sebagai penutup, Anindito Aditomo selaku Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek menyampaikan "Sekolah akan diberikan kesempatan waktu mempelajari konsep Kurikulum Prototipe sebelum menyatakan minat untuk menerapkan. Setelah itu, Kemendikbudristek juga akan memfasilitasi kepala sekolah dan guru mengikuti pelatihan agar bisa menerapkan Kurikulum Prototipe sesuai kemampuan dan konteksnya," ujarnya.
(ADP)