Karya Andhini Kusuma Arum
Mahasiswa S1 Bahasa Inggris FKIP Uhamka
Di era global ini, kita mengalami perkembangan dunia yang sangat pesat. Meskipun begitu, tidak dengan pola pikir kebanyakan orang yang tidak ikut berkembang dengan perkembangan zaman. Dari dulu hingga sekarang, stigma masyarakat tentang anak yang harus memperoleh nilai tinggi tidak pernah berubah. Anak yang mendapat nilai tinggi lebih disanjung dibandingkan dengan anak yang jujur tetapi mendapat nilai lebih rendah. Banyak orang berkata bahwa nilai bisa memperbagus image si anak. Lantas bagaimana dengan nasib anak yang jujur tetapi nilainya lebih rendah?
Seringkali kita menemui orangtua yang mengharuskan anaknya mendapat nilai tinggi saat di bangku sekolah, tetapi mereka tidak tahu bahwa hal tersebut bisa membebani sang anak. Akhirnya, sang anak akan melakukan cara yang tidak benar atau melakukan kecurangan hanya untuk memperoleh nilai tinggi dan agar bisa bebas dari amarah orangtuanya. Begitu pun dengan orangtuanya, mereka yang tahu bahwa anaknya mendapat nilai tinggi akan sangat bangga dan memamerkan hal tersebut kepada orang sekitar. Lalu, saat sang anak di tes kembali oleh gurunya karena mendapat nilai tinggi, sang anak tidak bisa menjawab sama sekali. Akhirnya sang guru memanggil kedua orangtuanya tersebut. Setelah orangtua mengetahui kebenarannya, mereka langsung memarahi anaknya. Lantas anaknya membantah ucapan orangtuanya dan berkata bahwa yang mereka inginkan hanyalah nilai tinggi karena hal tersebut lah yang bisa mereka pamerkan dan juga banggakan.
Adapun, terdapat satu anak yang selalu jujur walaupun nilainya biasa-biasa saja. Sang anak mempunyai orangtua yang pengertian terhadap kemampuan anaknya. Sang orangtua akan berkata bahwa nilai tidak begitu penting, tetapi kejujuran lah yang akan menuntun anaknya dalam menjalani hidup. Sang anak begitu senang mengetahui orangtuanya tidak terlalu peduli soal nilai, tetapi hal tersebut tidak menjadikan sang anak menjadi malas belajar. Sang anak tetap berusaha untuk memahami materi yang dipelajarinya. Saat tiba waktu untuk ujian sang anak tidak melakukan kecurangan dalam bentuk apapun, sang anak hanya mengandalkan kemampuan otak yang dia miliki. Lalu, saat nilai keluar dan hasilnya tidak memuaskan, sang anak tidak merasa kecewa karena dia sudah berusaha yang terbaik.
Dari cerita diatas, bisa kita simpulkan bahwa masih banyak orangtua seperti orangtua di cerita pertama. Lantas sebenarnya apa yang menjadi patokan bahwa nilai harus selalu tinggi saat di bangku sekolah? Apakah hal tersebut hanya untuk membuat orangtua kita bangga atau kita juga memiliki kesukaan terhadap materi yang diujikan? Apakah nilai tingi dengan cara curang lebih dihargai dibanding nilai biasa-biasa saja dengan cara yang jujur? Kita bisa menanyakan hal tersebut terhadap diri kita sendiri. Tetapi menurut saya sebagai penulis, penting untuk memahami materi apa yang diujikan oleh guru atau dosen kita, terlebih lagi jika kita menggunakan cara yang jujur saat mengerjakan ujian. Hal tersebut akan membuat kita menjadi lebih paham, lebih tenang, lebih mengerti bahwa tidak semua nilai tinggi itu berarti. Kita juga lebih menghargai diri kita sendiri serta percaya akan kemampuan sendiri dengan melakukan cara yang jujur saat memperoleh nilai.