Dokumentasi humas Uhamka 2019
Kabarpendidikan.id Dalam
rangka memeriahkan HUT 494 Jakarta, Pusat Studi Betawi UHAMKA menyelenggarakan
Webinar Series-3 dengan Tema “Menatap
Wajah Betawi: Peran Strategis Ulama Betawi dan Dinamika Dakwah Kontemporer”
pada Rabu 30 Juni 2021 secara daring. Acara tersebut menghadirkan narasumber Dr. Mardani Ali
Sera (anggota DPR), KH. Munahar Muchtar (Ketua MUI DKI Jakarta), Yahya Andi
Saputra (Lembaga Kebudayaan Betawi), Edi Sukardi (Pusat Studi Betawi UHAMKA).
Peserta webinar terdiri dari berbagai macam latar belakang seperti mahasiswa,
seniman betawi, pegiat budata betawi, serta komunitas-komunitas Betawi yang ada
di Jakarta.
Dalam
sambutan dari pimpinan Uhamka yang diwakili oleh
Wakil Rektor I
UHAMKA Prof. Abd. Rahman A. Ghani,
M.Pd. menyampaikan bahwa Pusat Studi Betawi UHAMKA pada tahun 2019 diresmikan
secara langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Bapak Anies Baswedan. Kemudian bahwa PSB
UHAMKA terus bergerak dan berkontribusi dalam mengembangkan kultur kebetawian, “saya
sangat mengapresiasi kegiatan ini. Dengan eksistensinya PSB UHAMKA terus
melangkah dan melakukan kajian-kajian serta melebarkan sayap menjalin kerja
sama dengan instansi terkait, selain itu kultur akademik dengan melakukan riset
dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dinamika kondisi kekinian terus
dilakukan” tuturnya.
Dilain
pihak, Ketua Pusat Studi Betawi UHAMKA Dr.
Sukardi, M.Pd. mengatakan bahwa Peran Ulama dalam kehidupan Jakarta memiliki
tempat strategis dalam membangun pondasi karakter masyarakat DKI Jakarta yang
sangat pluralisme. Guru-guru kita terdahulu mengajarkan kita bahwa toleransi
kita tak boleh sempit, karena itu masyarakat betawi sangat menerima segala
perbedaan.
Munahar
Muchtar mengatakan bahwa ulama betawi dalam bergaul sangat fleksibel dan mampu
merangkul semua golongan, “karena itu, satu-satunya provinsi di Indonesia yang
bisa menerima siapapun, suku apapun, latar belakang apapun, ya Betawi. Jakarta
adalah minimatur Indonesia.” Ujar Ketua MUI DKI Jakarta tersebut.
Yahya
dari LKB DKI Jakarta menuturkan bahwa, ulama betawi tidak hanya jago agama
tetapi juga jago silat. Mereka bukan hanya mengajarkan agama tapi juga keliling
masyarakat untuk mengajarkan kerukunan dalam bermasyarakat di lingkungan sekitarnya.
Sebagai
pembicara penutup Mardani mengatakan bahwa Betawi tidak boleh hanya menjadi
cerita masa lalu yang luar biasa kontribusinya pada bangsa, tapi harus menjadi
kelompok yang dapat mengokohkan dan memperkuat bangsa ke depannya. “Saya sedang
mengusulkan agar budaya betawi diperkuat dengan ekonomi, agar ikon-ikon betawi
seperti batik Betawi, makanan-makanan Betawi bisa dikenal dan bersaing di skala
Internasional”.