Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Uhamka
Pandemi telah memporakporandakan perekonomian sebagian besar keluarga di Indonesia. Yang paling rentan terserang adalah mereka yang hidupnya tergantung dari penghasilan harian, mereka yang tabungannya minim, atau bahkan tak punya penghasilan. Lalu seberapa dalam dampak dari pandemic ini terhadap kebutuhan gizi mereka serta kesehatan bagi keluarga keluarga di Indonesia?
Dalam sebuah keluarga terdapat kelompok rawan gizi seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Bagi kelompok tersebut kecukupan gizi merupakan suatu investasi yang penting bagi keberlangsungan hidup. Tanpa gizi yang tercukupi akan mendatangkan masalah masalah gizi seperti KEK pada ibu hamil serta stunting, marasmus, dan kwarshiorkor pada balita.
Usia balita sering disebut sebagai “Golden Age”. Kerawanan gizi pada kelompok ini tak bisa direhabilitasi. Untuk itu, gizi seimbang pada usia balita ini mutlak diberikan, mencakup kecukupan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral agar pertumbuhan fisik, mental dan kecerdasan anak optimal. Pada usia bayi 0 – 6 bulan, air susu ibu (ASI) menjadi makanan utamanya. Secara umum ASI memiliki sejumlah keunggulan dibanding susu formula. ASI yang pertama kali keluar, yaitu bernama kolustrum, yang berwarna agak kekuningan, kolustrum pada ASI merupakan zat gizi yang sangat penting, untuk membentuk antibodi anak, yang berguna membangun kekebalan tubuh.
Pada keluarga yang kebetulan
mengalami keterbatasan dalam hal ekonomi, pengetahuan gizi menjadi
sangat penting. Seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik akan
memiliki pilihan yang lebih banyak dalam membelanjakan uangnya yang
terbatas, dan dapat memberikan prioritas konsumsi untuk ibu hamil,
menyusui dan balita. Perlu digaris bawahi, ketika pandemi corona
menyerang sendi-sendi ekonomi keluarga, ada yang tidak boleh dikorbankan
dalam pemenuhan gizinya, yaitu balita, ibu hamil dan menyusui. Mereka
harus tetap menjadi prioritas utama.