(Hisna Aulia Syifa Qothrunnada / Mahasiswa D3 Akuntansi FEB UHAMKA)
Kabarpendidikan.id Sejak akhir tahun 2019, virus bernama Covid-19 ini mulai memasuki negara Indonesia. Membawa virus tak terlihat berbahaya, yang mampu menyerang manusia kapan saja. Tidak memandang kecil, remaja, dewasa, muda, dan tua, semuanya bisa saja terpapar virus Covid-19.
Penyebaran virus Covid-19 ini, setiap harinya semakin meningkat, membuat resah para masyarakat. Pandemi yang berlangsung hampir 2 tahun ini, membawa dampak besar bagi para masyarakat, karyawan, buruh, mahasiswa, dan lain sebagainya.
Seluruh tempat wisata, pusat perbelanjaan, kantor-kantor, sekolah, bahkan universitas pun juga ditutup sementara untuk mengurangi atau memutus penyebaran virus Covid-19 ini. Hampir seluruhnya digunakan untuk berdiam diri di rumah, tidak melakukan aktivitas berat di luar rumah selain hal yang penting-penting saja.
Dampak dari Covid-19 ini benar-benar membawa perubahan yang signifikan di negara Indonesia ini. Banyak pekerja atau karyawan yang di PHK atau pengurangan tenaga kerja, banyak pedagang yang jualannya tidak selaris saat sebelum pandemi ini melanda, ada juga supir angkutan umum yang andongannya sepi, dikarenakan seluruh kegiatan masyarakat dan kegiatan belajar mengajar di sekolah diliburkan, sehingga pemasukan para pedagang, supir angkut, berkurang drastis. Perlunya kita menyadari, bahwa secara tidak langsung, dampak dari pandemi Covid-19 saat ini, membawa perubahan pada ekonomi Indonesia.
Dari pandemi ini pula, kita diwajibkan untuk menerapkan langkah 3M, yaitu Mencuci tangan, Memakai masker, dan Menjaga jarak. Mengapa diperlukan penerapan 3M ini? Agar meminimalisir terjadinya peningkatan penyebaran Covid-19.
Dari banyaknya dampak yang terjadi dari virus Covid-19 ini, saya lebih berfokus pada dampak ke masalah pendidikan. Karena pemerintah menerapkan 3M yang salah satunya adalah menjaga jarak, alhasil sekolah-sekolah dan kampus di Indonesia ditutup.
Pembelajaran dilakukan online melalui rumah masing-masing, atau yang lebih sering disebut dengan ‘Daring’ (Dalam jaringan). Tentunya hal ini menjadi tidak efektif, karena pastinya para siswa, mahasiswa, dan yang lainnya merasa kaget akan penerapan kebijakan yang baru-baru ini diterapkan. Selain itu, sekolah daring juga harus membutuhkan fasilitas yang memadai, seperti hp, laptop, dan kuota untuk menunjang pembelajaran ataupun perkuliahan. Bayangkan, jika anak-anak dipaksa belajar dari rumah, lalu dengan ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan untuk memenuhi segala fasilitas anaknya di tengah pandemi saat ini, akan bagaimana jadinya?
Pada pandemi ini, di awal pertengahan tahun 2020, UN mulai ditiadakan. Hal ini membuat beberapa siswa merasa kaget dan kecewa pastinya. Anak-anak yang sudah berusaha sebaik mungkin untuk belajar, namun tiba-tiba dikabarkan UN ditiadakan dikarenakan pandemi Covid-19. Siswa langsung diluluskan tanpa adanya bobot nilai dari UN yang seharusnya dijalankan, tidak ada Uji Kompetensi bagi anak SMK, dan lain sebagainya. Tetapi justru semua itu menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang bersekolah, agar lebih semangat lagi dalam menuntut ilmu walau daring dan hanya memanfaatkan fasilitas yang ada, walaupun terkadang ada juga beberapa kendala yang pastinya dihadapi oleh mereka.
Harapannya, pendidikan di Indonesia tidak tertinggal jauh, meski sekarang pembelajaran sedang dilakukan secara daring, namun itu bukan menjadi alasan untuk para siswa dan mahasiswa untuk bermalas-malasan dalam menuntut ilmu. Justu seharusnya dengan adanya pembelajaran daring ini, para siswa dan mahasiswa lebih memiliki banyak waktu luang, yang dapat dilakukan untuk mencari tahu, mengakses banyak sosial media untuk belajar, menggali ilmu pengetahuan, mengembangkan dan menggunakan ide-ide kreatif agar ilmunya terus terpakai.
Jadi, pandemi saat ini bukan penghalang untuk berhenti belajar. Semangat menuntut ilmu ya! Tetap semangat, dan selalu patuhi protokol kesehatan.