Kabarpendidikan.id Awal 2020, dunia digentarkan dengan adanya wabah yang mematikan, yakni virus corona (Covid-19) yang dikabarkan bermula dari Wuhan, China. Adanya penyakit Covid-19 ini menggerakkan pemerintah negara negara di dunia untuk cepat tanggap demi keselamatan rakyatnya. Tidak menutup kemungkinan, adanya wabah tersebut memiliki dampak bagi kehidupan sosial. Sejak saat itu hingga sampai saat ini, seluruh kegiatan yang mengharuskan tatap muka atau bertemu secara fisik menjadi terhambat. Sejak saat itu, muncul lah peraturan atau kebijakan baru yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak adanya virus Covid-19.
Peraturan atau kebijakan yang telah di tetapkan saat ini tentunya sangat berpengaruh di segala sektor, termasuk segi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. Kabarnya, tidak sedikit yang merasa dirugikan akibat dampak dari virus corona ini. Misalnya, banyak masyarakat yang kehilangan perkerjaan akibat wabah ini. Pabrik-pabrik membatasi jumlah karyawannya, tempat tempat wisata ditutup untuk sementara waktu, akibatnya tempat wisata tersebut mengalami kerugian. Dan sekolah di tutup sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Seperti yang kita ketahui, pendidikan yang sangat jelas terlihat dan terasa bagi semua orang. Disaat maraknya wabah COVID-19 saat ini, kegiatan belajar mengajar menjadi terhambat dan tidak seperti biasanya.
Guna mentaati peraturan atau kebijakan baru yang telah di tetapkan oleh pemerintah, seluruh siswa dan tenaga pendidik harus melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). “Daring” ialah proses belajar mengajar yang digunakan kala pandemik saat ini. Tidak menutup kemungkinan, proses pembelajaran saat ini dapat menjadi beban bagi siswa/i yang kurang mampu dan atau tidak memiliki media pendukung seperti Handphone/Laptop untuk proses pembelajaran online tersebut. Pasalnya, tidak sedikit siswa yang memiliki fasilitas yang memadai. Banyak siswa yang selama ini bergantung dan mengharapkan pada fasilitas pendidikan yang disediakan oleh sekolah.
Pada awal penerapan pembelajaran jarak jauh, banyak yang menanggapi kelas daring dengan baik, namun, setelah berjalannya proses pembelajaran secara daring tersebut, banyak siswa justru mengalami kesulitan dalam belajar. Keadaan itu justru menurunkan mutu pembelajaran bagi para siswa serta mutu pengajaran oleh para guru dan dosen. Mengapa hal tersebut terjadi? Mengapa kebebasan yang diberikan pada siswa atau mahasiswa dengan cara belajar dari rumah justru membuat berkurangnya efektifitas belajar tersebut? Bukankah seharusnya sebaliknya? “Menurut saya justru lebih sulit belajar dari rumah, karena ada banyak gangguan yang sifatnya kurang kondusif. Contohnya, ada siswa yang belum memiliki handphone, keterbatasan kuota dan lain-lain.
Hal tersebut tentu didasari kesulitan saat belajar dengan metode pembelajaran daring. Kebebasan yang diberikan justru membuat terdapat banyak pilihan yang mengganggu fokus dari para mahasiswa. Menurut saya hal ini terjadi karena adanya perubahan kebiasaan yang terjadi pada siswa atau mahasiswa. Awalnya mungkin disambut dengan baik karena menjadi sesuatu yang berbeda, namun setelah dijalankan justru membuat para mahasiswa kembali jenuh dengan rutinitas yang harus dilakukan setiap hari tersebut. Berdasarkan hal tersebut, saya sebagai seorang mahasiswa, tak semua dari siswa itu yang kebanyakan anak dari petani, memiliki ponsel. Karenanya, ada sampai guru harus mengunjungi rumah siswa-siswanya atau sebaliknya siswa yang mengunjungi gurunya untuk belajar secara langsung dengan tidak memiliki handphone, hal yang dilakukannya secara sukarela meski dikatakannya "belum mendapatkan insentif".
(Yunita Wulandari / mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Uhamka)