Kabarpendidikan.id Seperti yang kita ketahui, Indonesia mulai menerapkan sistem pembelajaran online sejak 16 Maret 2020 akibat pandemi Covid-19. Bukan hanya pembelajaran jarak jauh saja, namun beberapa pekerjaan di luar rumah mulai diganti dengan sistem bekerja dari rumah, atau yang biasa kita kenal dengan istilah “work from home”. Selain itu, Indonesia juga menerapkan PSBB atau “Pembatasan Sosial Berskala Besar” dengan tujuan untuk mengurangi dampak penyebaran dari virus Covid-19 ini. Kebijakan-kebijakan tersebut, membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah sementara dinon-aktifkan dan diganti dengan pembelajaran jarak jauh secara daring. Lalu, bagaimana tantangan pendidikan di era pandemi Covid-19 ini? Apakah pendidikan berjalan dengan baik atau justru sebaliknya?
Selama kurang
lebih 10 bulan lamanya, siswa melaksanakan pembelajaran jarak jauh secara
daring. Awalnya, mereka merasa nyaman karena mereka dapat belajar di rumah
sambil menonton TV ataupun memakan sebuah cemilan. Sekolah daring direncanakan
selama 2 minggu saja, namun akibat bertambahnya kasus Covid-19 di Indonesia,
membuat pembelajaran online diperpanjang hingga saat ini. Hal inilah yang
membuat siswa menjadi jenuh. Tidak sedikit dari mereka yang mengeluh
dikarenakan tidak bisa belajar secara efektif. Mereka juga sering mengeluh
karena mereka lebih banyak mendapatkan tugas sekolah dibandingkan saat mereka
masih melakukan pembelajaran tatap muka. Bukan hanya siswa saja, orang tua pun
ikut mengeluhkan bebagai kondisi seperti sulitnya materi pembelajaran siswa,
banyaknya tugas yang diberikan kepada siswa, hingga jaringan internet yang
menghambat proses belajar mengajar. Hal ini disampaikan oleh salah satu siswa
kelas 5 di salah satu SD negeri bernama Febri “Saya lebih suka belajar di
sekolah karena ketemu teman teman jadi saya bisa banyak mengobrol. Selain itu,
tugas juga lebih sedikit. Kalau belajar online tugasnya banyak. Bisa 3-4
tugas.” ucapnya.
Tak hanya siswa
sekolah yang merasakan dampaknya, mahasiswapun ikut merasakan sulitnya belajar
melalui daring. Hal ini dirasakan juga oleh Latifah,Mahasiswa UIN Jakarta,
“Positifnya ya bisa belajar sambil melakukan aktivitas lain di rumah seperti
makan,bahkan bisa ikut seminar online yang tidak berbayar. Tapi negatifnya dari
kondisi keluarga. Kalau mereka yang tidak punya kamar pribadi, otomatis mereka
harus berbagi ruangan dengan kakak atau adiknya yang juga sekolah online, selain
itu kendala sinyal juga jadi tantangan karena tempat tinggal mahasiswa beraneka
ragam, misalnya mereka yang tinggal di daerah pedalaman atau wilayah yang sulit
sinyal pasti akan kesulitan dalam melakukan pembelajaran online” ungkapnya.
Selain itu, sulitnya belajar online juga dirasakan oleh Hana, mahasiswa
Universitas Lampung,”Negatifnya itu kalau anaknya malas dan tidak ada
pengawasan dari dosen atau orang tua, maka anak itu tidak akan belajar. Kalau
online pasti ada beberapa dosen yang mengirim materi ajarnya ke mahasiswa, nah
kalau anaknya malas ya materi itu akan dibiarkan aja karena tidak ada
pengawasan. Selain itu, dampak positifnya juga ada, Mahasiswa jadi punya waktu
banyak untuk menyerap materi. Saya juga bisa sambil mengerjakan hal lain karena
kuliahnya di rumah” Ucap Hana.
Sulitnya
sinyal, sulitnya menyerap materi, hingga banyaknya materi yang diberikan oleh
guru maupun dosen merupakan tantangan pendidikan di masa pandemi Covid-19 ini
yang harus dihadapi bersama. Memang tidak mudah untuk melakukan pembelajaran
online karena pembelajaran online tidak efektif, justru menimbulkan banyak
keluhan dari berbagai pihak, dari tenaga pendidik hingga peserta didik.
Meskipun demikian, perlu adanya kerja sama antara guru,siswa,dan orang tua
serta dosen dan mahasiswa untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif dan seru. Bentuk-bentuk
kerja sama tersebut antara lain memberikan motivasi, belajar diselingi games
seru, hingga membuat media pembelajaran yang menarik. Dengan demikian, siswa
akan menjadi semangat dalam mengikuti pembelajaran online.
(Safitri Purnama Asih / Mahasiswa PGSD FKIP Uhamka)