Kabarpendidikan.id Per tanggal 17 April 2020, diperkirakan 91, 3% atau sekitar 1, 5 miliar siswa di seluruh dunia tidak dapat bersekolah karena munculnya pandemi Covid-19 (UNESCO, 2020). Dalam jumlah tersebut termasuk di dalamnya kurang lebih 45 juta siswa di Indonesia atau sekitar 3% dari jumlah populasi siswa yang terkena dampak secara global (Badan Pusat Statistik, 2020). Pandemi Covid-19 menyebabkan adanya perubahan-perubahan besar hampir di seluruh aspek kehidupan salah satunya pada sistem pendidikan. Perubahan sistem pendidikan menyebabkan para siswa menjadi sulit untuk menerima materi, terlebih para siswa di jenjang Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak, dikarenakan pembelajaran yang biasanya dilakukan secara konvensional berubah menjadi pembelajaran jarak jauh atau dilakukan secara daring, yang pelaksanaannya tidak dapat terlepas dari pemanfaatan teknologi informasi.
Proses
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi ini banyak melahirkan kendala,
baik yang dialami guru, orang tua maupun murid. Selain itu tumbuh kembang
peserta didik dan kondisi psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan
layanan pendidikan selama masa pandemi. Hal ini jika terus dibiarkan tentu akan
berpotensi menimbulkan banyak dampak negatif yang berkepanjangan bagi
pendidikan Indonesia, khususnya peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
Menurunnya
kualitas pendidikan di masa pandemi Covid-19 memang tidak bisa dipungkiri, di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Sebagai negara terdampak virus Covid-19,
pendidikan Indonesia harus gigit jari karena beberapa proses pembelajaran yang
membutuhkan tatap muka. Hal itu tidak bisa dilakukan karena jaminan sosial
distancing demi penanggulangan Covid-19. Selain itu, protokol kesehatan
juga menjadi hal penting untuk dipakai dalam pendidikan dunia. Sebagaimana
diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim
menyebut penurunan kualitas pembelajaran akibat pandemi tidak hanya terjadi di
Indonesia, tapi juga di negara lain. "Penurunan kualitas mutu pembelajaran
tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Kualitas pembelajaran menurun
akibat pandemi ini," ujar Nadiem dalam webinar yang diselenggarakan Bank
Dunia di Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan
mitigasi hal itu dengan relaksasi zona hijau dan kuning.
Pada
pembelajaran online, peserta didik dapat menjadi kurang aktif dalam
menyampaikan aspirasi dan pemikirannya, sehingga dapat mengakibatkan
pembelajaran yang menjenuhkan. Seorang siswa yang mengalami kejenuhan dalam
belajar akan memperoleh ketidakmajuan dalam hasil belajar. Oleh karena itu,
diperlukan pendorong untuk menggerakkan siswa agar semangat belajar sehingga
dapat memiliki prestasi belajar. Semangat belajar dapat dimiliki dengan
meningkatkan motivasi belajar. Motivasi belajar adalah sebuah penggerak atau
pendorong yang membuat seseorang tertarik belajar sehingga akan belajar secara
terus-menerus. Motivasi yang rendah dapat menyebabkan rendahnya keberhasilan
dalam belajar sehingga akan merendahkan prestasi belajar siswa. Salah satu
motivasi belajar adalah dengan memikirkan ingin jadi apa di masa depan atau apa
yang akan kita raih di masa depan. Dengan kita berpikir seperti itu, maka kita
akan menjadi semangat belajar untuk menggapai apa yang kita inginkan.
( Farah Ghina Nisrina/
Mahasiswa PGSD Uhamka)