Kabarpendidikan.id Pada masa pandemi Covid-19, seluruh instansi pendidikan dalam lingkup sekolah tidak bisa melaksanakan pembelajaran secara langsung. Maka dari itu, Dinas Pendidikan memutuskan pembelajaran dilakukan dengan cara daring. Pembelajaran daring adalah proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam jaringan (online). Tentunya berbeda dengan pembelajaran secara langsung, di mana siswa bisa bertatap muka dengan guru dan teman satu kelas. Sedangkan pembelajaran daring, siswa tidak bisa bertatap muka secara langsung dan dilakukan dengan jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi, yaitu handphone. Setelah memiliki handpone siswa harus memiliki kuota agar bisa terhubung dengan jaringan.
Dalam
pembelajaran daring tersebut membuat orang tua harus mendampingi putra-putrinya
selama pembelajaran daring berlangsung. Inilah yang merepotkan. Khususnya,
orang tua yang gaptek maupun sibuk bekerja.
Pembelajaran
daring membuat orang tua harus bisa mengatur waktu dalam mendampingi anaknya
selama pembelajaran daring dengan pekerjaannya. Tak hanya soal waktu, teknologi
juga menjadi masalah tersendiri. Kebanyakan orang tua masih awam dalam
menggunakan teknologi dan membuat orang tua menjadi kesulitan dalam memahami
materi pembelajaran tersebut.
Pembelajaran
daring memang ada plus minusnya. Beban dari pembelajaran hampir 75 persen
kembali lagi ke orang tua. Bagaimanapun anak yang dididik di rumah butuh
pendamping dalam pembelajaran. Tidak bisa dilepas sama sekali dari fungsi guru
sebagai tutor dan fasilitator untuk memberi materi pembelajaran. Sedangkan
orang tua lebih kepada pelaksanaannya, yakni memberi pengarahan atas
pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Meskipun sekolah
telah memfasilitasi guru dengan membuat video YouTube untuk anak jenjang SD yang
materinya dibuat oleh guru, namun orang tua tetap harus melakukan pendampingan.
Baginya, kendala utamanya adalah bagi orang tua yang bekerja. Sehingga waktu
untuk mendampingi putra-putrinya akan terganggu. Apalagi bagi mereka yang
anak-anaknya tidak diberikan fasilitas handphone ataupun laptop sendiri. Pasti
kesulitannya akan bertambah lagi. Selama belajar dari rumah tanpa pendampingan
orang tua dikarenakan orang tua sedang bekerja membuat anak-anak seolah jadi
libur tanpa ada kegiatan yang bisa terkendali. Pembelajarannya hanya bisa
dilakukan pada malam hari saat orang tua sudah pulang bekerja. Memang solusinya
adalah dengan membuat rangkuman dari buku-buku yang ad, dibuat dengan menulis
sendiri oleh anaknya dan membaca lalu dikumpulkan kepada orang tua, ini cukup
membantu dalam belajar di rumah.
Selain itu, yang
terpenting pelajaran tidak memberatkan orang tua siswa. Sebab, siswa SD harus
mendapat bimbingan full dari orang tua. Berbeda dengan siswa SMP dan SMA. Jika
tidak dalam pengawasan dan bimbingan, anak tidak bisa memahami pelajaran yang
disampaikan. Mengajar dengan metode ini diakuinya memang sulit. Apalagi SD
merupakan sumber ilmu dasar. Semua pembelajaran dari sini, mulai dari membaca,
menulis, dan berhitung. Jika orang tua tidak konsen pada tugas, maka saat
menerangkan pelajaran ke anak akan susah. Ditambah, jika anak malas baca buku,
maka pembelajaran akan ngadat.
Pembelajaran
daring siswa SD kelas awal, termasuk anak TK, sudah pasti menjadi beban
tersendiri bagi orang tua siswa. Kebanyakan kasus, justru orang tua yang
harus meng-handle tugas-tugas anaknya. Yang menjadi persoalan, tidak setiap
orang tua mempunyai waktu banyak untuk menemani anak belajar. Fenomena itu
membuat pembelajaran daring, terutama anak TK dan SD sangat kurang efektif.
Tetapi, dalam situasi yang belum stabil seperti sekarang, memaksakan sekolah
tatap muka sama saja dengan mempertaruhkan keselamatan dan keberlangsungan
hidup generasi penerus kita. Sangat berisiko dan berbahaya.
Saya berharap
perlu segera dilakukan adaptasi kurikulum dengan segala perangkatnya. Termasuk
memberikan kecakapan baru kepada anak-anak untuk mampu beradaptasi dengan pola
kehidupan yang baru. Disatu sisi saya menyambut baik dengan alokasi dana BOS
yang mulai digunakan untuk pembiayaan operasional sekolah, seperti pembelian
kuota. Ketika operasional sekolah ada peralihan dari penggunaan dana untuk
mencukupi kebutuhan alat tulis-menulis ke pemenuhan sarana internet dan IT
untuk menunjang pembelajaran di masa pandemik seperti ini.
(Annisa Nur Atika/ Mahasiswa PGSD Uhamka)