Kabarpendidikan.id Kurang lebih dari bulan maret 2020, pendidikan di Indonesia digemparkan oleh kabar datangnya Corona Virus yang mengharuskan para pelajar untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Seperti yang dikatakan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D. Pada Acara Medan International Coference On Energy And Sustainability “Namun teknologi tetap tidak dapat menggatikan peran guru, dosen, dan iteraksi belajar antara pelajar dan pengajar sebab edukasi bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan tetapi juga tentang nilai, kerja sama, serta kompetisi”
Situasi seperti ini cukup menjadi tantangan tersendiri bagi kreativitas individu dalam menggunakan teknologi untuk mengembangkan dunia pendidikan. Mengetahui bahwa teknologi saat ini semakin canggih, bahkan anak-anak dibawah umur pun sudah mengerti bagaimana menggunakan teknologi.
Selain itu, proses PJJ yang mayoritas menggunakan internet membuat anak rentan terpapar konten pornografi dan negatif lainnya. Sementara, hasil survei wahana Visi Indonesia menyatakan, hanya 34% orang tua yang mengawasi anaknya secara berkala ketika menggunakan gawai dan mengakses internet.
Akses teknologi yang belum merata seperti internet, listrik termasuk alat komunikasi seluler, komputer, televisi dan radio, selain itu pendampingan orang tua serta guru yang belum maksimal, tugas yang terlalu berat tanpa bimbingan guru, termasuk beban ganda di rumah, khususnya bagi anak perempuan.
Namun permasalahannya di wilayah pedalaman, PJJ juga dinilai kurang maksimal khususnya untuk daerah yang tidak terjangkau listrik dan internet dengan fasilitas pendidikan, jumlah dan kapasitas tenaga pendidik yang sangat terbatas.
Pembelajaran Jarak Jauh juga berdampak pada psikologis anak. Anak yang tidak bisa mengakses pelajaran banyak yang tidak naik kelas sampai putus sekolah, tekad pencapaian kurikulum telah membuat siswa merasa terbebani.
Pemerintah sudah semestinya mulai menggolah kurikulum pembelajaran hybrid demi mengatisipasi pandemik yang belum dapat diprediksi kapan berakhir. Agar proses belajar mengajar bisa lebih ramah kepada guru dan terutama anak. Dengan begitu kualitas pendidikan dapat tetap terjaga.
(Roza Auliya Yahya/ Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Uhamka)