Fairuz Zahrah
Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, FIKES Uhamka
Kabarpendidikan.id Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak 2 Maret 2020 membuat beberapa Institusi Pendidikan menyelenggarakan pembelajaran secara daring. Pembelajaran secara daring itulah yang membuat mahasiswa mengalami stres akademik. Carveth, dkk (dalam Misra dan McKean, 2000) mengemukakan bahwa stres akademik juga meliputi persepsi mahasiswa terhadap banyaknya pengetahuan yang harus dikuasai dan persepsi terhadap kecukupan waktu untuk mengembangkannya. Hal ini dapat berdampak pada psikologis mahasiswa yang meliputi rasa percaya diri dan emosi yang tidak terkontrol dengan baik.
Hasil penelitian Liu (2011) kepada 368 siswa sekolah Cina didapatkan hasil 90% siswa mengalami stres akademik yang disebabkan oleh ujian, kurangnya prestasi di sekolah, penundaan tugas, pekerjaan rumah, iklim sekolah yang kurang mendukung (guru dan teman kelas), keyakinan dan kemauan belajar, serta ketatnya peraturan di sekolah (Sagita et al., 2017). Maka dari itu, pentingnya mengetahui cara mengubah hambatan sebagai upaya untuk mengurangi angka stres akademik pada mahasiswa.
Hambatan yang terjadi pada mahasiswa yaitu tidak terbiasanya mengalami situasi sulit. Sehingga respon terhadap beban akademik dirasa terlalu berat. Selain beban akademik, terdapat mahasiswa organisatoris yang memiliki tanggung jawab terhadap posisinya. Hal itu dapat menambah beban dalam stres akademik. Dengan demikian, seharusnya mahasiswa dapat mengubah hambatan menjadi peluang.
Seseorang yang melaksanakan kegiatan pembelajaran secara daring dapat menimbulkan stres akademik sebanyak 57,25% yang dipengaruhi berdasarkan kemampuan individu dalam menghadapi situasi sulit tersebut (Wijaya et al., 2020). Salah satu cara mahasiswa agar terbiasa dalam menghadapi situasi sulit yaitu dengan melatih adversity intelligence. Adversity Intelligence adalah kecerdasan seseorang dalam mengubah hambatan atau kesulitan menjadi peluang.
“Adversity Quotient atau Adversity Intelligence bisa dilakukan dengan empat langkah yaitu: listen, explore, analyze, dan do. Melalui listen, kita mendengarkan respon-respon terhadap kesulitan Melalui explore, mampu memahami kesulitan serta konsekuensinya dari kesulitan yang dihadapinya. Melalui analyze, mampu menelusuri bagaimana kendalinya terhadap kesulitan yang dihadapinya. Melalui do, seseorang tidak tinggal diam dalam menghadapi kesulitan karena ia akan mengambil tindakan.” (Cerya, 2017). Dari keempat langkah itulah mahasiswa berlatih untuk dapat menghadapi situasi sulit.
Listen, explore, analyze, dan do merupakan beberapa langkah dalam melatih Adversity Intelligence pada mahasiswa. Dengan melatih hal tersebut dapat mengurangi tingkat stres akademik. Masih banyak hal yang dapat dilakukan mahasiswa dan diharapkan dapat melakukannya secara konsisten.
Referensi:
Cerya, E. (2017). Pentingkah Adversity Quetient dalam Pencapaian Prestasi Akademik di Perguruan Tinggi Pakar Pendidikan, 15(2), 18–27.
Wijaya, P. N., Pamungkas, N. A. M., & Pramesta, D. K. (2020). Hubungan Kecerdasan Emosional dan Stres Akademik pada Mahasiswa yang Mengikuti Organisasi dan School From Home. 46–51.
Sagita, D. D., Daharnis, D., & Syahniar, S. (2017). Hubungan Self Efficacy, Motivasi Berprestasi, Prokrastinasi Akademik Dan Stres Akademik Mahasiswa. Bikotetik (Bimbingan Dan Konseling: Teori Dan Praktik), 1(2), 43. https://doi.org/10.26740/bikotetik.v1n2.p43-52