Kabarpendidikan.id Kementerian pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) meminta guru tak langsung mengajar materi ketika pembelajaran tatap muka dilakukan di sekolah mulai Januari 2021.
Dalam peresmian seri webinar Guru Belajar yang diselenggarakan pada 4 Oktober 2020, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril menyebutkan "Jangan langsung guru mengajar materi. Terlebih dahulu perhatikan kondisi psikososial peserta didik dan guru itu sendiri,"
Menurutnya, di hari pertama sekolah nanti perlu ada pembinaan khusus yang dilakukan terhadap siswa karena sudah lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka.
Ia menekankan perlu ada adaptasi yang ditekankan kepada siswa dan guru dalam pembelajaran tatap muka tahun depan. Karena kegiatan tersebut bukan proses belajar-mengajar normal, melainkan kegiatan sekolah di tengah pandemi.
Khususnya perkara psikososial dan emosional. Guru harus memastikan siswa dalam keadaan mental yang stabil ketika mulai belajar tatap muka.
"Yang perlu dilakukan justru membina kondisi psikososial mereka, sebelum mereka kemudian merasa siap untuk belajar atau menerima konten yang akan diberikan," tuturnya.
Iwan pun meminta guru membiasakan protokol kesehatan terhadap siswa. Guru juga diminta melakukan asesmen terhadap pemahaman belajar siswa selama sembilan bulan belajar jarak jauh. Guru harus bisa memetakan dan memberikan pembelajaran sesuai kemampuan siswa.
Ia memahami dengan keadaan belajar yang sempat tersendat, pemahaman siswa di semester depan akan beragam. "Mungkin ada yang tertinggal, ada yang on the right track, ada yang sudah maju. Nah ini butuh diferensiasi. Bagaimana pengelolaan ini dalam situasi yang ada ini," tambahnya.
Sebelumnya, atas pertimbangan pemerintah daerah dan orang tua, Mendikbud Nadiem Makarim mengizinkan sekolah kembali dibuka mulai Januari 2021.
Melalui survei yang dilakukan terhadap 384 guru di sekolah swasta dan negeri di seluruh jenjang, Kemendikbud mengklaim 90 persen guru siap kembali mengajar tatap muka.
Sementara survei Wahana Visi Indonesia terhadap 27.046 guru di penjuru daerah menemukan hanya 24 persen guru yang merasa aman dari penularan covid-19, khususnya jika sekolah dibuka. (FHA)