Kabarpendidikan.id Semenjak Kemendikbud mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri berkaitan dengan akan dibukanya pembelajaran tatap muka di bulan Janusri 2021 Mendatang. Hal ini direspon oleh Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI).
MRPTNI berencana memprioritaskan mahasiswa tingkat awal
untuk kuliah tatap muka di kampus di tengah pandemi virus Covid-19. Mahasiswa baru diutamakan karena
belum pernah merasakan kuliah tatap muka.
"Yang diprioritaskan justru mahasiswa tingkat awal,
karena mereka belum pernah masuk kampus. Ini kami prioritaskan," ungkap
Ketua MRPTNI Jamal Wiwoho
Jamal mengatakan MRPTNI sudah mempersiapkan pembukaan
kembali kuliah tatap muka di kampus sejak pertengahan November. MRPTNI pun
sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak
kebijakan tersebut diumumkan Mendikbud Nadiem Makarim pekan lalu.
Khususnya di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ia
mengatakan kebijakan kuliah tatap muka nanti tidak akan bersifat wajib.
Mahasiswa maupun orang tua/wali bisa memutuskan tidak datang ke kampus jika
tidak berkenan.
Jamal, yang juga Rektor UNS, menjelaskan keputusan tersebut
diambil karena pertimbangan mobilisasi mahasiswa yang berasal dari berbagai
daerah dan eskalasi kasus di sana.
"Karena UNS dihuni oleh seluruh pulau di Indonesia,
bahkan dari luar negeri, sehingga kami harus hati-hati," katanya. Jamal
mengatakan protokol kesehatan akan dipersiapkan dengan ketat di kampusnya.
Mahasiswa yang diizinkan masuk hanya setengah dari kapasitas kelas dengan
kewajiban memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan.
Sedangkan di Institut Pertanian Bogor, pembelajaran tatap
muka akan diprioritaskan untuk mahasiswa tingkat akhir. Rektor IPB sekaligus
Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria hanya akan mengizinkan 25 persen
mahasiswa belajar di kelas.
"Kita juga pikiran tentu identifikasi, prodi-prodi mana
yang jadi prioritas. Juga kepada mahasiswa prioritas, yang tingkat akhir, yang
perlu research, praktikum," jelasnya.
Dalam dua pekan, ia mengatakan IPB bakal melakukan kajian
untuk memastikan kesiapan setiap prodi dan dosen mampu melakukan perkuliahan
tatap muka. Pemeriksaan Covid-19 juga akan jadi salah satu syarat kuliah bisa
dilakukan secara langsung.
Arif juga menegaskan bahwa bukan hanya aktivitas di kampus
yang perlu diwaspadai, tetapi juga mobilitas mahasiswa di tempat tinggalnya.
"Bagaimana harus menerapkan protokol kesehatan di
tempat tinggal, di kos. Karena justru yang kami khawatirkan bukan di kampus,
tapi di pemukiman dan kos-kosan. Ini yang harus kita antisipasi dengan protokol
yang ketat," lanjut Arif.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam
mengatakan kebijakan pembelajaran di kampus serupa dengan pembukaan sekolah.
Rektor yang ingin membuka kampus tinggal berkoordinasi dengan pemerintah daerah
setempat.
"Kami [sudah] berkoordinasi dengan para pimpinan
perguruan tinggi untuk membahas kesiapan dan persiapan perkuliahan semester
depan sebelum kita keluarkan kebijakan untuk perkuliahan semester depan. Secara
umum kebijakan di pendidikan tinggi akan mengacu pada SKB 4 Menteri,"
ungkapnya.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim memberikan pemerintah
daerah kewenangan sepenuhnya untuk kembali melakukan pembelajaran tatap muka di
instansi pendidikan di semua zona.
Ia menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka bukan kewajiban.
Kampus atau sekolah yang mau melakukan pembelajaran tatap muka pun harus
mendapat izin pemda dan orang tua terlebih dahulu.