"Kita
tunjukkan bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin merdeka...Lebih baik
kita hancur lebur daripada tidak merdeka". Bung Karno
Kabarpendidikan.id Pemuda masa kini harus
lah memiliki jiwa dan semangat yang berkobar seperti para pahlawan yang dulu
bisa mengusir para penjajah. Mereka berkorban dengan jiwa dan raga serta harta
bendanya sampai titik darah penghabisan pun
mereka tak kenal rasa menyerah. Saat ini kita sebagai generasi penerus harus
bisa berjuang seperti pahlawan, tetapi perjuangan kali ini untuk melepaskan
cengkaraman penjajahan ekonomi dari kapitalisme untuk membangun Indonesia dari
negara asing. Dahulu para pejuang dengan gagah berani mengusir penjajah sekutu
yang akan mengusir bumi Pertiwi dan banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil
yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan
oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
Marilah kita bersama-sama membangun kembali
semangat kemerdekaan yang telah tertanam oleh pahlawan-pahlawan Republik Indonesia sejak dulu
kala, sebelum negeri ini merdeka. Seperti apa kata Bung Karno, kita harus memiliki
jiwa kemenangan, maka tak ada kata pantang mundur sebelum gugur.
Hari pahlawan ini terjadi karena pertempuran di Surabaya yang
merupakan pertempuran antara tentara dan milisi pro-kemerdekaan Indonesia melawan
tentara Britania Raya dan India Britania. Puncaknya terjadi pada tanggal 10
November 1945. Pertempuran ini merupakan perang pertama pasukan Indonesia
dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu
pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia
yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia Internasional terhadap
perjuangan kemerdekaan Indonesia semakin kuat.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan
sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia. Selain Bung Tomo
terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada
masa itu, beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. Hasyim Asy'ari,
KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri
mereka dan masyarakat sipil sebagai misi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak
begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para
kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari,
hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan
secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini
mencapai waktu sekitar tiga minggu.
Kronologi Penyebab Peristiwa
Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia. Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di
Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati.
Setelah penyerahan tanpa syarat tersebut, Pulau Jawa secara resmi diduduki oleh
Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat
kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di
Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945. Peristiwa
itu terjadi pada tanggal 14 bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan
asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Kedatangan Tentara Inggris dan Belanda. Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan
pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbulah
pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan
untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945,
tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal
25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI
(Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok
Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan
perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.
Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan
Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan
Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng
bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak
rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di
mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus
1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka
Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran
bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan
pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato
Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial,
sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada
malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera
Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di
tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya
para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap
Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan
kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih
yang sedang berlangsung di Surabaya.
Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera
Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan
terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil
menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak
tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober
1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris.
Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum
yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris,
sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk
meredakan situasi.
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara
Inggris ditandatangani pada tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda.
Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat
dan tentara Inggris di Surabaya.
Meskipun kalah dan kehilangan anggota dan persenjataan, pertempuran
yang dilancarkan pasukan Republik membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk
memperjuangkan kemerdekaannya dan menarik perhatian Internasional. Belanda
tidak lagi memandang Republik sebagai kumpulan pengacau tanpa dukungan rakyat.
Pertempuran ini juga meyakinkan Britania untuk mengambil sikap netral dalam
revolusi nasional Indonesia; beberapa tahun kemudian, Britania mendukung
perjuangan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ultimatum-ultimatum yang disebarkan melalui pamflet udara oleh
tentara Inggris membuat rakyat Surabaya sangat marah. Nyaris seluruh sudut kota
Surabaya dipenuhi pemuda dan kelompok bersenjata. Dalam ingatan Suhario alias
Hario Kecik (Wakil Komandan Tentara Polisi Keamanan Rakyat), di sekitarnya berkumpul
ratusan pemuda, semuanya membawa senjata dan pistol otomatis. Hario Kecik
mengatakan bahwa mereka yang disebut tidak lengkap, membawa granat. Pertemuan
pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono
sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai
Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan "Merdeka atau Mati"
dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut.
(Shafa Salsabila/Anggota
Bidang RPK PK IMM FKIP Uhamka)