Kabarpendidikan.id Omnibus Law dalam beberapa bulan terakhir menjadi trending nomor satu diberbagai kanal portal media, baik online maupun cetak. Bukan karena menuai prestasi namun akibat dari berbagai kontroversi yang ditimbulkan, berpuncak pada berbagai penolakan melalui demonstrasi oleh aksi masa yang menolak kehadiran Undang-Undang sapu jagat ini hadir dan diterapkan di masyarakat.
Pertentangan tak hanya terjadi
dikalangan buruh dan mahasiswa, bahkan polemik omnibus law ini turut di tentang oleh kalangan akademisi dari berbagai
lapisan disiplin ilmu tak terkecuali auto kritik ini hadir dari para akadmisi
dikalangan praktisi pendidikan.
Namun belakangan justru muncul
kesimpang siuran apakah UU sapu jagat ini masih menyasar klaster pendidikan
atau tidak, hal tersebut diakibatkan terdapatnya beberapa informasi dari
berbagai kalangan yang menyatakan UU ini masih menyentuh klaster pendidikan,
namun disisi lain ada juga pihak yang mengkalim bahwa klaster pendidikan bersih
dari kontaminasi UU Omnibus Law ini.
Salah satunya datang dari Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud)
Nizam yang membantah adanya pengaturan mengenai pendidikan dalam Undang-Undang
Cipta Kerja.
Dikutip dari laman Kompas, Nizam menegaskan,
dikeluarkannya isu pendidikan dari draf UU Cipta Kerja akibat masukan dari
berbagai pihak. "Alhamdulillah dengan masukan berbagai pihak, akhirnya
klaster pendidikan dikeluarkan dari Omnibus Law. Itu fakta, tidak
terbantahkan," kata Nizam dalam diskusi "Kemerdekaan Menyatakan
Pendapat di Kampus", Minggu (18/10/2020).
Menurutnya, berbagai undang-undang
terkait pendidikan, seperti UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Pendidikan
Tinggi, UU Kedokteran, hingga UU Guru dan Dosen sudah tidak ada dalam Omnibus
Law Cipta Kerja. Ia memastikan, tidak ada aturan terkait pendidikan yang
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Prinsip nirlaba, prinsip harus
berdasarkan kebudayaan bangsa, itu terjaga, apa yang menjadi amanah
Undang-undang Dasar itu kita jaga betul terkait dengan pendidikan," ujar
Nizam. “Itu yang saya cermati aman dari Undang-undang Omnibus Law,” tutur Nizam.
Bertolak belakang dengan pernyataan
Nizam, sejumlah anggota Komisi X DPR menyatakan bahwa masih terdapat pasal yang
berkaitan dengan pendidikan dalam UU Omnibus Law tersebut.
Pernyataan tersebut datang dari Ketua
Komisi X DPR Syaiful Huda, yang mengkritik Pasal 65 dalam UU Cipta Kerja, yang
tercantum dalam Paragraf 12 terkait Pendidikan dan Kebudayaan (ada dalam draf
versi 905 halaman dan 812 halaman).
Dalam Pasal 65 Ayat (1), disebutkan
bahwa pelaksanaan perizinan pada klaster pendidikan dapat dilakukan melalui
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Cipta Kerja.
Dalam UU Cipta Kerja pengertian
perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk
memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Definisi itu dimuat dalam
Pasal 1. Kemudian Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan
lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada klaster pendidikan diatur dengan
Peraturan Pemerintah".
Huda mencemaskan bahwa pasal
tersebut dapat berpotensi membuat klaster pendidikan bisa dikomersialkan,
sehingga tidak sejalan dengan UUD 1945.