Kabarpendidikan.id Pendidikan vokasi yang mulanya diharapkan menjadi solusi untukenghasilkan lulusan pendidikan yang siap kerja justru pada nyatanya menjadi penyumbang terbesar angka usia kerja yang menganggur di Indonesia.
Hal tersebut tak lepas dari pendidikan vokasi yang dipandang tak jauh lebih baik dari lulusan dengan predikat pendidikan institusi, dan banyaknya narasi lulusan strata 1 lebih komperhensif kemampuannya dari pada lulusan vokasi menjadi serangkaian masalah yang menimpa vokasi. Hal ini tentu akan menjadi permasalah besar kedepannya bila tak segera ditemukan solusi terbaik untuk keluar dari permasalahan berkepanjangan ini.
Semangat pendidikan vokasi yang sedang digalakkan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan Indonesia 2020-2024 dan visi 2045 menuju Indonesia Emas tentu perlu didukung, namun dukungan saja nyatanya belum cukup untuk mengentaskan permasalahan tersebut. Membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap kerja, tentunya menjadi prioritas vokasi dari masa kemasa, namun vokasi harus berbenah dan mulau untuk mensingkronkan diri dengan kondisi di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
Dalam hal ini, kampus dengan basis pendidikan vokasi harus menyesuaikan hal itu dalam kurikulum yang diterapkan kepada peserta didiknya, sehingga, terjadi keselarasan pendidikan vokasi dan industri, mulai dari keselarasan kurikulum sehingga lulusan bisa menjadi tenaga terampil dan mumpuni, sampai adanya sertifikasi layak kerja lulusan yang diakui industri.
Selain itu juga Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) memperbesar keterlibatan pakar di industri sebagai pengajar di kampus vokasi. Kemudian terbangun sistem tracer study untuk menganalisis alignmentindex lulusan pendidikan vokasi di Dudi.
Hal tersebut diungkapkan Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud RI, Wikan Sakarinto ST MSc PhD di Politeknik Maritim Negeri Indonesia, kemarin. Dia menyebut ini sesuai dengan tujuan pendidikan vokasi, yakni proses pembelajaran yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja setelah menyelesaikan studinya.
‘’Hal ini berarti dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi, kurikulum pendidikan vokasi selayaknya disusun sesuai kenyataan yang dibutuhkan untuk bekerja. Metode dalam proses belajar mengajar juga disesuaikan dengan kondisi seperti bekerja dan memiliki nilai hasil yang diharapkan sesuai dengan tuntutan pasar kerja,’’ kata Wikan.
‘’Salah satu indikator SDM yang unggul, adalah lulusan satuan pendidikan yang mampu mengimplementasikan pengetahuan dan kompetensinya, pada dunia usaha, dunia industri, ataupun di bidang lainnya. Upaya Penguatan kerjasama antara pendidikan vokasi dengan DUDI dilakukan melalui rencana strategistahun 2020-2024 dan diturunkan melalui implementasi program-program untuk kemitraan dan penyelarasan,’’ lanjutnya.
Lebih lanjut, Wikan mengungkapkan, bersandingnya pengajaran di pendidikan nvokasi dengan kebutuhan DUDI dilakukan melalui penyusunan kurikulum bersama, mengajak dosen dari industri untuk mengajar di institusi pendidikan vokasi. Peningkatan kompetensi peserta didik dan mahasiswa, pemberian beasiswa, program magang dan training, serta rekrutmen, juga harus dilakukan.
‘’Program-program kemitraan dan penyelarasan menjadi strategi bersama untuk membangun aliansi yang kokoh. Sehingga institusi pendidikan vokasi bersama DUDI dapat menjadi aktor utama dalam meningkatkan daya saing bangsa dan pertumbuhan ekonomi yangberujung pada kesejahteraan,’’ tandas Wikan. (LBM)