Kabarpendidikan.id Pandemi Covid-19 bukan hanya menyerang sektor kesehatan dan ekonomi, tetapi
juga pendidikan. Salah satunya potensi anak putus sekolah.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jumeri menyampaikan pandemi ini membuat banyak peserta didik yang bekerja untuk bertahan hidup demi keluarga di masa krisis ini.
“Ada anak-anak yang selama masa pandemi ini mereka bekerja, mungkin jadi ART (asisten rumah tangga), kenek angkutan, bekerja di sawah, ternak, di laut, dan mereka terbiasa menerima uang, kita khawatir mereka tidak mau sekolah lagi,” ujarnya ketika Hari Aksara Internasional 2020 secara virtual,
Kemudian, ada juga kekhawatiran atas persepsi orang tua
kepada sekolah. Para orang tua mungkin berpikir apa peran sekolah saat anak
mereka belajar dari rumah.
“Todak ada peran sekolah karena anak tidak masuk sekolah,
tidak ada proses belajar mengajar di sekolah, akibatnya ada orang tua yang
keberatan dengan iuran sekolah, minta dibebaskan, di diskon, dan sebagainya,”
terang dia.
Selain itu, dengan belajar dari jarak jauh ini pun akan
menciptakan kesenjangan capaian belajar. Sebab terdapat perbedaan kemampuan
dalam mengakses teknologi, di antara strata ekonomi sosial yang berbeda.
Kemudian, risiko learning lost yang menunjukkan
bahwa belajar tatap muka punya dampak positif terhadap pembelajaran
dibandingkan PJJ.
“Ini permasalahan, akhirnya pemerintah mengambil langkah
relaksasi zona hijau dan kuning untuk masuk sekolah dalam rangka mengurangi
risiko pandemi, dengan memperhatikan kesehatan peserta didik, guru dan
keluarganya, kemudian juga memperhatikan tumbuh kembang anak,” urainya. (ERU)