Kabarpendidikan.id - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi merilis peringatan Hari Santri 2020. Tahun ini, peringatan Hari Santri mengangkat tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”. Hari Santri diperingati oleh masyarakat Indonesia setiap 22 Oktober, sejak 2015. Peringatan ini didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.
Pertanyannya, kenapa harus ada Hari Santri? Menurut Wamenag, ada tiga alasan yang menunjukkan besarnya kontribusi santri kepada Indonesia. Pertama, santri memiliki jasa besar dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. “Munculnya Resolusi Jihad yang kemudian melahirkan pertempuran 10 November 1945 adalah kontribusi nyata santri. Pemberian gelar waliyyul amri ad-dlaruri bi al-syaukah kepada Presiden Soekarno pada 1954 juga adalah kontribusi santri,” terang Wamenag di Jakarta, Kamis (01/10).
Alasan kedua, kata Wamenag, santri memiliki kontribusi besar dalam membimbing praktik keagamaan di masyarakat. Banyak santri yang menjadi pemimpin pada komunitas paling kecil di masyarakat, mulai dari imam mushalla dan masjid, pimpinan majelis taklim, dan lainnya. “Ketiga, santri juga memiliki kontribusi besar terhadap pengarusutamaan wacana keagamaan yang moderat,” tegasnya.
“Tampilnya santri dalam perebutan wacana keagamaan yang mengarah pada puritanisme agama yang membahayakan landasan negara, yaitu Pancasila, adalah bukti konkrit peran santri,” tandasnya.
Lantas, apa yang dilakukan negara, pemerintah, khususnya Kementerian Agama, kepada santri. Wamenag menjelaskan dua hal. Pertama, memberikan rekognisi atau pengakuan terhadap proses pendidikan yang dijalani para santri. “Semua santri lulusan pesantren diakui secara formal menurut aturan perundang-undangan,” tuturnya.
Kedua, membuka akses yang luas kepada para santri untuk mendapatkan hak pendidikan yang baik. “Semua santri pondok pesantren bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, dan juga bisa berkompetisi di semua lapangan pekerjaan,” ujarnya.
Menurut Wamenag, UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren harus implementatif dan memiliki keperpihakan terhadap Pesantren dan santri. Demikian juga dengan regulasi turunannya berupa Peraturan Presiden tentang Pendananaan Penyelenggaraan Pesantren serta beberapa Peraturan Menteri Agama.
Kedua, membuka akses yang luas kepada para santri untuk mendapatkan hak pendidikan yang baik. “Semua santri pondok pesantren bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, dan juga bisa berkompetisi di semua lapangan pekerjaan,” ujarnya.
Menurut Wamenag, UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren harus implementatif dan memiliki keperpihakan terhadap Pesantren dan santri. Demikian juga dengan regulasi turunannya berupa Peraturan Presiden tentang Pendananaan Penyelenggaraan Pesantren serta beberapa Peraturan Menteri Agama.