Kabarpendidikan.id Akibat
Pembelajaran Jarak Jauh, tepat hari ini seorang siswi asal Gowa Sulawesi
Selatan dilaporkan menjadi korban bunuh diri, yang merupakan dampak dari
pemberlakuan kebijakan pembelajaran jarak jauh yang tidak diimbangi dengan
pembuatan dan pemberlakuan kebijakan dan sistem yang mumpuni.
Hal ini semakin diperparah dengan metode pengajaran
diruang virtual yang monoton dengan banyaknya tugas pekerjaan rumah yang
membebani pikiran para pelajar sekaligus menjadi momok bagi para pelajar,
sehingga berdampak pada peningkatan tingkat stress dikalangan pelajar.
Diduga akibat tugas yang menumpuk selama pemberlakuan
pembelajaran jarak jauh (PJJ), siswi asal Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
meninggal bunuh diri. menanggapi hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) akhirnya angkat bicara.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen), Jumeri
mengungkapkan rasa bela sungkawanya atas meninggalnya korban berinisial MI
berumur 16 tahun itu. Tapi sebenarnya, kejadian serupa tak hanya terjadi saat
PJJ.
Dikurip dari laman Jawa Pos Jumeri mengungkapkan “Ekses
(peristiwa) sebuah perubahan (akibat Covid-19) selalu ada, di masa normal
sebenarnya kejadian sejenis juga ada. Indonesia negeri luas dengan banyak
disparitas,” ungkap Jumeri, Senin (19/10).
Bertolak dari kasus tersebut, Jumeri mengklaim,
Kemendikbud sendiri telah menginstruksikan agar beban tugas kepada murid harus
dikurangi. Namun, dirinya menduga bahwa penyederhanaan beban tugas para guru di
sekolah tersebut tidak berjalan baik.
“Kita sudah bimbing guru untuk tidak bebani siswa
dengan tugas berat (banyak), (guru harus) bisa memahami kondisi psikologis
siswa.” terangnya.
“Implementasi kebijakan kita di lapangan memang
sering tidak semulus yang kita bayangkan. Kami sudah sering berkordinasi dengan
daerah untuk memastikan pelayanan berjalan baik.” Sambungnya.
Lebih lanjut, Komisioner KPAI turut angkat suara
dalam menyikapi kasus tersebut. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti,
mengatakan bahwa kasus ini perlu didalami lebih lanjut, terutama terkait apakah
ada motif lain, disamping permasalahan PJJ secara daring dan beratnya
tugas-tugas kepada korban. Menurutnya, hal ini penting diungkap, karena jika
terbukti motif bunuh diri karena masalah kendala PJJ, maka perlu dilakukan
evaluasi menyeluruh terhadap PJJ.
“Khususnya di kabupaten Gowa oleh Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, kalau SMA/SMK berarti menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan dan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan,” tegas dia.
(LBM)