Sudah lebih dari enam bulan sejak Maret 2020 dunia Pendidikan kita beradaptasi dengan wabah COVID-19. Kebijakan dan implementasi pelaksanaan pendidikan banyak yang berubah. Mulai dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar di rumah (BDR), ujian online, penghapus ujian nasional, realokasi penggunaan dana BOS, wisuda daring sampai penerimaan peserta didik baru juga dilakukan secara online. Sehingga, siswa dan mahasiswa yang lulus sekolah dan kuliah diwisuda secara daring sering disebut sebagai generasi corona.
Proses adaptasi tersebut tentu tidaklah mudah. Berbagai tantangan hadir silih berganti bagaikan kabut yang menyelimuti proses belajar mengajar di era pandemi. Mulai dari lemahnya jaringan internet, kuota pulsa yang terbatas, tidak adanya laptop dan handphone android, keterbatasan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar daring, keterbatasan pengetahuan orang tua dalam mendampingi belajar anak di rumah, dan sebagainya.
Namun, sebagaimana dikemukan oleh Charles Darwin dalam teori evolusi ; “bukanlah spesies yang paling kuat atau paling cerdas yang mampu survive, tapi merekalah yang paling mampu beradaptasi dengan perubahan”. Beradaptasi di era pandemi COVID-19 inilah yang menjadi tantangan terbesar manusia di muka bumi sekarang ini, tak terkecuali dunia pendidikan kita. Sebab, sampai sekarang vaksin dan obatnya yang khusus belum ditemukan.
Serangkaian kebijakan dari Pemerintah dalam bidang pendidikan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hadir untuk memberikan solusi atas masalah dan keluhan yang dihadapi masyarakat. Terbaru adalah penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Agama dalam melakukan penyesuaian terhadap panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 dan tahun akademik 2020/2021 di masa pandemi COVID-19.
Basis argumentasi dari SKB tersebut adalah melindungi warga pendidikan mulai dari pendidik, peserta didik dan tenaga kependidikan atas keselamatan dan keamanan dari penyebaran wabah virus corona. Sehingga, proses belajar mengajar dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Karena itu, sekolah yang berada di zona kuning dan hijau dapat melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan tetap menggunakan protokol kesehatan, yakni memakai masker, jaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun atau handsanitizer.
Itupun pembelajaran tatap muka dilakukan secara bertahap dengan syarat 30-50% dari standar peserta didik per kelas. Untuk SD, SMP, SMA dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik. Untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), yang awalnya 5-8 menjadi 5 peserta didik per kelas. Sedangkan untuk PAUD dari standar awal 15 peserta didik per kelas menjadi 5 peserta didik per kelas.
Begitu juga dengan jumlah hari dan jam belajar (jam masuk sekolah) akan dikurangi. Sehingga mengurangi waktu berkumpul atau berkerumun antar warga pendidikan di sekolah, dengan menggunakan sistem bergiliran rombongan belajar (shift). Tentu saja masing-masing satuan pendidikan yang menentukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada serta kebutuhan proses belajar mengajar.
Pertimbangan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka di zona kuning dan hijau, merupakan bentuk kesadaran dan respons dari pemerintah akan banyaknya aspirasi masyarakat terkait kendala dan dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang telah berjalan selama ini. Pembelajaran jarak jauh menjadi salah satu opsi yang dilakukan oleh sekolah agar hak pendidikan bagi para peserta didik tetap terpenuhi di tengah wabah pandemi.
Namun, kewenangan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka ada pada Pemerintah Daerah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten / Kota. Satuan pendidikan yang berada di zona hijau dan kuning wajib memenuhi seluruh daftar periksa yang mengacu pada protokol kesehatan. Sekolah tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari (1). Pemerintah Daerah atau Kantor Wilayah, (2). Kepala sekolah, (3) Komite sekolah, dan (4). Orang tua. Jika orang tua tidak setuju maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa. Inilah salah bentuk fleksibilitas pembelajaran di era pandemi
Sedangkan yang berada di zona merah dan oranye, tetap menggunakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), kecuali bagi siswa SMK yang memerlukan praktik lapangan boleh dengan belajar tatap muka di sekolah. Itupun tentu saja dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sehingga hal ini dapat mengurangi kekhawatiran para orang tua terhadap proses belajar mengajar yang dijalani anak-anaknya, sekaligus aman dari virus corona.
Pada saat masa pagebluk seperti sekarang ini, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus, satuan pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik atau dengan kurikulum darurat.
Hal itu diperjelas dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19, yang menjelaskan bahwa penuntasan kurikulum tidak diwajibkan. Satuan pendidikan pada kondisi khusus dalam pelaksanaan pembelajaran dapat memilih untuk ; 1) tetap mengacu pada Kurikulum Nasional; 2) menggunakan kurikulum darurat; atau 3) melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya. Sehingga tidak membebani peserta didik, pendidik dan juga tenaga kependidikan.
Di samping itu, untuk mengurangi risiko hilangnya pengalaman belajar, Kemendikbud juga meluncurkan modul. Kebijakan ini dikeluarkan berdasarkan survei di mana peserta didik jenjang bawah kesulitan belajar mandiri melalui buku teks. Materi dalam bentuk modul ini mudah dipahami karena berbasis kegiatan. Modul ini disiapkan bagi peserta didik, pendidik dan orang tua agar masing-masing memiliki acuan terutama bagi para orang tua agar tidak mengalami kebingungan dalam mendampingi anak-anak mereka.
Semua upaya tersebut bermuara pada tujuan negara Indonesia merdeka, yakni “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sehingga, amanat para pendiri bangsa tetap dijalankan sekalipun di tengah wabah pandemi COVID-19. Harapan kita semua wabah pandemi ini segera berakhir dan proses belajar mengajar dapat berjalan normal kembali.
Oleh Faozan Amar, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA